Kita terlahir dari kota yang berbeda. Tapi kerap kali membicarakan tema yang sama. Yaitu "CINTA"

Kamis, 13 Maret 2014

stiletto Merah

by: Valea Fiolida

Ku kenakan stiletto merah kala senja bergulung sempurna di atas langit ciptaanNya.
stiletto merah ini mengingatkanku pada seorang teman yang mengurai hidup dengan asa menyala.
Tak peduli dengan masalah yang melilitnya, selalu ada tawa yang terlepas dari bibirnya.
Seperti stiletto merah ini, aku yakin sekali, bahwa masalah yang menjeratnya akan memudar bersama cahaya malam yang pendar.
Hidup memang tak seindah stiletto merah, tapi tak seburuk sampah.
stiletto merah, teman yang tak pernah membuatku marah, itu semua adalah anugerah.
Melalui kaki yang sudah lelah menyusuri sebagian hamparan bumi, stiletto merah bukanlah milikku seutuhnya. Aku hanya meminjam dariNya.




Gambar diambil dari sini: http://kupulandak.blogspot.com/2010_12_01_archive.html

Senja di Ujung Desa

by: Valea Fiolida

Senja diciptakan lepas dari cela, tampil begitu mempesona dengan jingga yang menyala.
Di ujung desa,
Anak-anak berkejaran menjemput mimpi yang mereka tinggalkan pada siang hari.
Berkelakar, menukar putus asa dengan ragam usaha yang tak tertakar.
Melirik ketidakpastian petinggi perihal janji-janji yang tak tertepati.
Berkali-kali mereka mengirimkan surat melalui senja kepada pemimpin di atas sana.
Tapi,
sia-sia saja
sebab janji itu telah tertelan malam sebelum sampai kepada penerimanya.

Minggu, 26 Januari 2014

Untuk Temanku : Siti Masyita



by : Valea Fiolida
Dia seperti bunga Anyelir
Takdir telah meraba-raba hati kami berdua. Lalu mempertemukan aku dan dia di dalam kampus yang sama. Dia anak perempuan dengan postur yang menyedihkan. Dia kurus karena tidak suka makan. Tapi, bukan berarti dia miskin. Aku sering berpikir dia akan terbang tersapu angin ketika sedang  berjalan,itu karena dia sangat kurus sekali.
Tidak ada catatan yang menuliskan pertama kali kami bertemu.Namun, ingatan telah mengikat kebersamaan yang terjalin. Kami layaknya Layla-Juliet, sebab selalu bersama ketika di kampus yang membuat kami mampus. Namun,harapan kami tidak pernah pupus. Entah apa juga yang membuat aku bisa bertahan berteman dengan dia. Mungkin takdir telah menuliskan sebuah catatan tentang kami,meski kami tidak pernah mencatatnya.
Aku hampir lupa mengenalkannya. Tapi bukan berarti aku melupaknnya. Aku Selalu mengingatnya. Sama seperti aku mengingat senja di ujung sana. Dia bernama “Siti Masyita”. Dan kita telah menapaki dunia bersama-sama selama enam tahun.Ya, dia yang beraroma seperti anyelir. Wanginya selalu mengalir.


Aku

Pada tahap ke berapa aku menjadi aku yang sesungguhnya?
Mungkin pada tahap ketika aku merasa menjadi manusia yang seutuhnya.
Ya,
Itu pada saat aku bercermin di depan kaca kehidupanku yang mulai retak
Dan bunyi-bunyi kesalahan yang terus berdetak

Puisi yang dimuat di Harian Waspada , 10 Maret 2013





Karya: Fikayana Damanik
Ingkar

Aku meretas pilu di atas kertas bisu
Kutuliskan kelu di ulu hatiku
Kukabarkan pada malam
tentang janji yang terlewatkan
Terkurung dalam kenangan
yang tak sempat kusampaikan
Inilah janji yang kerap kubahasakan,
namun tak mampu kusuarakan.

Diam

Kata-kata telah menyingkir
dari perbincangan
Adakah yang lebih bisu
dari keheningan?
Ketika kita bercengkrama
dengan kebungkaman
Meski nurani meneriakkan kebenaran
Dimuat Koran Waspada, 10 Maret 2013

Gambar saya ambil dari sini kulihatkurasakudengar.wordpress.com

Jumat, 24 Januari 2014

Dia

by: Valea Fiolida
Dia pelukis
yang membuat lukaku terkikis
Tidak terlalu manis
tapi dia tak berniat membuatku menangis

Padanya,cintaku tak dapat tertepis
tak akan pernah tipis
Meski cuaca sedang tragis
Aku tetap mencintainya meski nyawaku akan habis


Sketsa Bahagia

by: Valea Fiolida

Pada setiap gurat luka mengurat
Itu hasil guratan lelaki tak bernurani pada masa lalu yang pernah lekat
Di dalam hatiku yang memekat
Sebab telah dipenuhi kepedihan yang kian menyayat
Tapi,
Itu dulu
Sebelum sketsa bahagia menghampiriku
Sebelum lelaki pelukis itu mengisi hatiku
Lelaki pelukis itu telah menciptakan sketsa berwarna bahagia
Bukan luka, apalagi duka