Kita terlahir dari kota yang berbeda. Tapi kerap kali membicarakan tema yang sama. Yaitu "CINTA"

Selasa, 08 November 2011

macam-macam I'rab

Macam-macam I'rab


Contoh:

1. Burung itu berputar-putar 1. Ali menyalakan lampu

2. Air itu tawar 2. Tentara-tentara itu merangkak

3. Kuda itu sangat cepat 3. Pohon-pohon itu berdaunan


********

4. Aku mellihat burung berputar-putar 4. Ali tidak akan menyalakan lampu

5. Aku meminum air yang manis 5 Para tentara tidak akan merangkak

6. Jockey menghina kuda 6. Pohon-pohon tidak akan berdaunan


********

7. Aku melihat burung berputar-putar 7. Ali tidak menyalakan lampu

8. Ikan hidup di dalam air 8. Tentara tidak merangkak

9. Jockey turun dari kuda 9. Pohon itu tidak berdaunan


Pembahasan:

الطائر ، الماء ، dan الحصان pada contoh bagian pertama (kanan) semuanya adalah isim dan pada ketiga contoh itu terletak pada tempat pertama dirafa'kan karena ketiganya merupakan mubtada dan yang menunjukkan ia rafa' adanya dhammah pada akhir kata-kata tersebut. Pada contoh tiga contoh kedua (4,5,6) dinashabkan karena semuanya adalah maf'ul bih (objek) dan yang menunjukkan nashabnya adalah adanya baris fathah pada akhir setiap kata itu. Pada tiga contoh ketiga dijarkan karena semuanya didahului oleh huruf jar dan yang menunjukkan jarnya adalah adanya baris kasrah pada akhir setiap kata itu. Dengan ini kita melihat isim-isim ini berubah akhirnya dari rafa' ke nashab kemudian ke jar. Kalau begitu pastilah ini isim mu'rab.


Kata-kata: يُوْقِد، تَزْحَف، dan تُوْرِق pada contoh bagian kedua (kiri) adalah fi'il mudhari. Pada tiga contoh pertama semuanya dirafa'kan karena tidak ada yang membuatnya nashab atau jazm dan yang menunjukkan rafa'nya adalah adanya baris dhammah pada akhirnya. Pada tiga contoh kedua dinashabkan karena masuknya لَنْ" atasnya dan yang menunjukkan nashabnya adalah adanya baris fathah pada akhirnya. Pada tiga contoh yang terakhir dijazmkan karena masuknya huruf jazm atasnya dan yang menunjukkan jazmnya adalah adanya baris sukun pada akhirnya. Dengan ini kita melihat bahwa fi'il-fi'il ini berubah akhirnya dari rafa' ke nashab kemudian ke jazm. Oleh karena itu pastilah ini adalah isim mu'rab.

I'rab suratAl-Falaq


قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ (1) مِنْ شَرِّ ما خَلَقَ (2) وَمِنْ شَرِّ غاسِقٍ إِذا وَقَبَ (3) وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثاتِ فِي الْعُقَدِ (4) وَمِنْ شَرِّ حاسِدٍ إِذا حَسَدَ (5) 5

Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki".


I’rab
(الإعراب)

قُلْ
(katakanlah)
fi’il amr, mabni 'ala sukun, failnya adalah dhamir mustatir yang taqdirnya أَنْتَ (anta, kamu, orang yang diajak bicara)

أَعُوذُ
(aku berlindung)
fi’il mudhari’, marfu’ tanda rafa’nya adalah dhammah, failnya adalah dhamir mustatir yang taqdirnya أَنَا

بِرَبِّ الْفَلَقِ
(kepada Rabbnya waktu subuh) Rabb yang menguasai waktu subuh
بِرَبِّ jar dan majrur muta’aliq (berkaitan) dengan أَعُوذُ ,
رَبِّ majrur dengan tanda jar berupa kasrah, karena merupakan isim mufrad. الْفَلَقِ mudhaf ilaih dari رَبِّ, majrur dengan tanda jar berupa kasrah, isim mufrad.

مِنْ شَرّ
(dari kejelekan)
jar majrur muta’alliq dengan أَعُوذُ,
dalam QS. Al Falaq ini terdapat 4 pengulangan مِنْ شَرّ.
شَرّ majrur dengan tanda jar kasrah, karena isim mufrad.

ما خَلَقَ
(apa yang Allah cipta/makhluk)
ما isim maushul fi mahalli jarrin, mudhaf ilaihi dari شَرّ , mbani ‘ala sukun.
خَلَقَ fi’il madhi mabni ‘alaa fathi dan failnya dhamir mustatir jawazan taqdirnya dia (هو). kalimat «خلق ...» adalah shilah maushul, tidak ada kedudukan i’rab padanya dan kembali pada al maushul dhamir makhdzuf (dhamir yang dihilangkan)


وَمِنْ شَرِّ غاسِقٍ إِذا وَقَبَ
(dan dari kejelekan malam ketika gelap)
وَ wawu athaf.
مِنْ شَرِّ jar majrur muta’alliq dengan أَعُوذُ,
شَرّ majrur dengan tanda jar kasrah, karena isim mufrad.
غاسِقٍ mudhaf ilaihi dari شَرّ, majrur, tanda jarnya kasrah.
إِذا وَقَبَ dharaf zaman, fii mahalli nashbin (pada kedudukan nashab),
muta’alliq (berkaitan dengan) شَرِّ غاسِقٍ
وَقَبَ fi'il madhi, mabni 'ala fathi, failnya dhamir mustatir jawazan, taqdirnya هو

وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثاتِ فِي الْعُقَدِ
(dan dari kejelekan malam ketika gelap)
وَمِنْ شَرِّ penjelasannya sama seperti sebelumnya.
النَّفَّاثاتِ mudhaf ilaihi dari شَرّ, majrur, tanda jarnya kasrah
فِي الْعُقَدِ jar majrur muta’alliq dengan النَّفَّاثاتِ
الْعُقَدِ majrur dengan tanda jar kasrah, isim mufrad

وَمِنْ شَرِّ حاسِدٍ إِذا حَسَدَ
(dan dari kejelekan malam ketika gelap)
وَمِنْ شَرِّ penjelasannya sama seperti sebelumnya.
حاسِدٍ mudhaf ilaihi dari شَرّ, majrur, tanda jarnya kasrah
إِذا حَسَدَ dharaf zaman, fii mahalli nashbin (pada kedudukan nashab), muta’alliq (berkaitan dengan) mashdar شَرِّ حاسِدٍ
حَسَدَ fi'il madhi, mabni 'ala fathi, failnya dhamir mustatir jawazan, taqdirnya هو

kalimat: «قل ...» tidak ada kedudukan padanya, permulaan.
kalimat: «أعوذ ...» pada kedudukan nashab, مقول القول apa yang dikatakan dari perkatakan.
kalimat: «خلق ...» tidak ada kedudukan padanya, shilah maushul dari (ما).

I'rab surat Al-ikhlas

I’RAB
الإعراب:

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
(katakanlah Dia Allah Yang Maha Esa)
قُلْ
fi’il amr, mabni 'ala sukuni, disembunyikan wawunya karena bertemunya 2 sukun, failnya adalah dhamir mustatir wajiban yang taqdirnya أَنْتَ (anta, kamu, orang yang diajak bicara)
هُوَ اللَّهُ
هُوَ dhamir munfashil, mubtada’, fi mahalli raf’in, mabni karena dhamir.
اللَّهُ lafdhul jalaalah, marfu’ dengan tanda rafa’ dhammah, mubtada’ yang kedua, atau badal dari dhamir هُوَ
أَحَدٌ khabar dari mubtada’ اللَّهُ , marfu’ dengan tanda rafa’nya adalah dhammah, karena merupakan isim mufrad.

اللَّهُ الصَّمَدُ
(Allah adalah Tuhan yang Maha bergantung kepada-Nya segala sesuatu)
susunan mubtada’ dan khabar. keduanya marfu’ dengan tanda rafa’ dhammah, yang pertama lafdhul jalaalah yang kedua adalah isim mufrad.





لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
(Tidak beranak dan tidak pula diperanakkan)
لَمْ laam merupakan huruf nafi, majzum
يَلِدْ fi’il mudhari’ mazjum, tanda jazmnya adalah sukun, mazjum karena ada لَمْ sebelumnya yang mempunyai amil menjazmkan fiil mudhari’. Failnya dhamir mustatir takdirnya هو, kembalinya kepada اللَّهُ
وَ wawu athaf kepada لَمْ yang pertama
لَمْ laam merupakan huruf nafi, majzum (seperti لَمْ yang pertama)
يُولَدْ fi’il mudhari’ pasif, mazjum, tanda jazmnya adalah sukun, mazjum karena ada لَمْ sebelumnya yang mempunyai amil menjazmkan fiil mudhari’. Naibul failnya dhamir mustatir takdirnya هو , kembalinya kepada اللَّهُ

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُواً أَحَدٌ
(Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia)
وَ wawu athaf kepada لَمْ yang pertama
لَمْ laam merupakan huruf nafi, majzum (seperti لَمْ yang pertama)
يَكُنْ fi’il mudhari’ naqish, merafa’kan isim dan menashabkan khabar mubtada’. mazjum karena didahului dengan لَمْ
لَهُ jar wa majrur, mutta’alliq dengan khabar يَكُنْ yaitu كُفُواً
كُفُواً khabar يَكُنْ yang didahulukan, manshub, tanda nashabnya adalah fathah, isim mufrad.
أَحَدٌ isim يَكُنْ yang diakhirkan, marfu’, tanda rafa’nya adalah dhammah, merupakan isim mufrad.

kalimat: «قل ...» tidak ada kedudukan untuknya karena merupakan permulaan.
kalimat: «هو اللّه أحد ...» fi mahalli nashbin (pada kedudukan nashab), apa yang dikatakan.
kalimat: «اللّه أحد ...» fi mahalli raf’in (pada kedudukan rafa’), merupakan khabar dari mubtada هُوَ
kalimat: «اللّه الصمد ...» fi mahalli raf’in (pada kedudukan rafa’), merupakan khabar kedua dari mubtada هُوَ
kalimat: «لم يلد ...» fi mahalli raf’in (pada kedudukan rafa’), merupakan khabar ketiga dari mubtada هُوَ
kalimat: «لم يولد ...» fi mahalli raf’in (pada kedudukan rafa’), mengikuti kalimat لم يلد
kalimat: «لم يكن له كفوا أحد» fi mahalli raf’in (pada kedudukan rafa’), mengikuti kalimat لم يلد

Tentang ucapan hari raya

Ucapan Selamat Hari Raya
Senin, 22 Agustus 2011

Bagaimana dengan kata "Halal bi Halal" ? Ditinjau dari segi bahasa, halal bi halal berasal dari kata ( حَلَّ يَحُلُّ) halla  - yahullu atau (حَلَّلَ)halala yang artinya ”membuka, mengurai tali/benang kusut.”

Maka dengan halal bi halal, hubungan yang sebelumnya tertutup, kusut, dan keruh diharapkan bisa terbuka, terurai kembali.

Bisa juga berasal dari kata حَلاَلْ بِالْحَلاَل/Halâl Bi al-Halâl (halal dengan halal) sehingga terjadi saling mengikhlaskan terhadap apa yang selama ini menjadi "ganjalan" di hati, sehingga terjadi jalinan silaturahim yang hangat dan tulus.

Halal bi halal adalah suatu tradisi khas umat Islam Indonesia dan tidak ada contohnya dari Nabi Muhammad saw untuk merayakan hari raya Idul Fitri. Di Negara jiran Malaysia, Singapore maupun Brunei biasa menggunakan "Happy Eid Mubarak " atau Eid Mubarak

Ada istilah yang sering digunakan untuk merayakan hari kemenangan itu dengan ber-sms ke saudara, kawan dan handai taulan dengan ucapan "Mohon Maaf Lahir dan Bathin Minal 'Aaidin wal Fa'izin"  Sering ada kekeliruan dalam penulisan (disamping memang transliterasi bahasa arab ke tulisan latin memang tidak sempurna) – yaitu : Minal 'Aaidin wal Fa'idzin" Tulisan ini sekilas benar tapi salah !!. Yang benar adalah Minal 'Âidin wal Fâizîn, dan  itu terdiri dari 4 (empat) kalimat (bahasa Indonesia- kata) yaitu

1. Kata مِن 2.Kata عاَدَ-يَعُوْدُ)/Âda-Ya’ûdu)berarti kembali dari safar/bepergian (Kamus Al Munawwir) yang berbentuk fi'il mu'tal ajwaf  yaitu ain fi'il-nya berbentuk alif, maka untuk menjadikan Isim Fa'il (pelaku) maka harus diganti hamzah (ئ) menjadi عاَئِدٌ /Âid atau orang yang kembali, bentuk jamak mudzakkar salim-nya adalah  عاَئِدُوْنَ /’Âidûn atau orang-orang yang kembali.

3. Kata وَ /wa 4.Kata فاَئِزِيْنِ /Fâizîn berasal dari kata فَازَ /Fâza artinya beruntung atau menang/sukses, juga berbentuk fi'il mu'tal ajwaf  sebagaimana disebutkan dalam QS Ali Imran(3) : 185

 فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ

..Barang siapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga sungguh ia amat beruntung.



Bentuk jama' nya juga ada dalam Al qur'an yaitu QS Al Hasyr (59) : 20

لَا يَسْتَوِيْ أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ

Karena ada huruf jar مِنْ/Min maka dia jadi amil bagi kalimat berikutnya: (majrur) dengan cara mengganti tanda rafa': ون/wawu nun menjadi  tanda jar  ينِ/În sehingga (عاَئِدُوْنٌ/’Âidûn menjadi   عاَ ئِدِيْن /’Âidîn) dan (فاَئِزُوْن /Fâizûn menjadi فاَئِزِيْن /Fâizîn) jadilah kalimat :

مِنَ الْعاَ ئِدِيْنِ وَالْفاَئِزِيْنِ

(Min al- ’Âidîn Wa al-Fâizîn)



(Semoga) termasuk orang-orang yang kembali (suci/fitrah) dan termasuk orang-orang yang beruntung



Dan ucapan di hari raya sebagaimana di dalam hadits :

حَدَّثَنِي حَبِيبُ بن عُمَرَ الأَنْصَارِيُّ، أَخْبَرَنِي أَبِي، قَالَ:لَقِيْتُ وَاثِلَةَ يَوْمَ عِيْدٍ، فَقُلْتُ: تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ، فَقَالَ: نَعَمْ، تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ.

(اَلْمُعْجَمُ الْكَبِيْرُ-اَلْمُؤَلِّفُ : اَلطَّبَرَانِيُّ، نِهَايَةُ الْمُحْتَاجُ إِلَى شَرْحِ الْمِنْهَاجِ، مُغْنِيِّ الْمُحْتَاجُ إِلَى مَعْرِفَةِ أَلْفَاظِ الْمِنْهَاجِ)

  

Bercerita Habib bin Umar Al Anshary, mengabarkan ayahku ketika beliau bertemu Watsilah di hari 'Id dan berkata :

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ

Taqabbalallâhu Minnâ Wa Minka

Maka di jawab : ya , تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ /Taqabbalallâhu Minnâ Wa Minka (Semoga Allah menerima (amal kebajikan) kita dan anda)



( Mu'jam Kabîr at-Tabrânî, Nihâyat al-Muhtâj, Mughnî Muhtâj)



Bila untuk orang banyak : مِنْكَ/كَ  Ka/Minka diganti مِنكُمْ/ كُمْ Kum/Minkum :: (Gus Arifin)



HADITS : AMIN AMIN AMIN
Senin, 25 Juli 2011

Saya menerima SMS sebagai berikut bunyinya :

“Doa Malaikat Jibril menjelang Romadlon: “YA ALLAH TOLONG ABAIKAN PUASA UMAT NABI MUHAMMAD”, Apabila sebelum memasuki bulan Romadlon dia belum:

1.Memohon maaf kepada kedua orangtua (jika masih ada)

2. Berma’afan antara suami istri

3. Berma’afan dengan orang-orang di sekitarnya.” Dan Rasulullah mengamini sebanyak 3x.


Sekilas ini, seperti hadits atau penggalan hadits, tapi setelah kita membuka kitab-kitab hadits (tidak tahu mungkin ada yang dapat menginformasikan bahwa teks tersebut ada di kitab hadits lain selain yang saya miliki), maka ditemukan teks hadits sebagai berikut :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إنَّ جِبْرِيلَ عَرَضَ لِي فَقَالَ : بَعُدَ مَنْ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ ، قُلْت آمِينَ ، فَلَمَّا رَقَيْتُ الثَّانِيَةَ قَالَ : بَعُدَ مَنْ ذُكِرْتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْك ، قُلْت آمِينَ ، فَلَمَّا رَقَيْتُ الثَّالِثَةَ قَالَ : بَعُدَ مَنْ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ عِنْدَهُ الْكِبَرُ أَوْ أَحَدَهُمَا فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجَنَّةَ قُلْت آمِينَ } .

Dari Abu Hurairah ra  (bahwasanya) Rasulullah saw pernah naik mimbar kemudian berkata : Amin, Amin, Amin" Ditanyakan kepadanya : "Ya Rasulullah, engkau naik mimbar kemudian mengucapkan Amin, Amin, Amin?" Beliau bersabda.: Sesungguhnya Jibril 'Alaihis salam datang kepadaku, dia berkata :

"Ya Allah jauhkanlah (dari) siapa yang mendapati bulan Ramadhan tapi tidak diampuni dosanya maka akan masuk neraka,  katakan "Amin", maka akupun mengucapkan Amin,

 "Ya Allah jauhkanlah (dari) siapa yang disebut namamu (Muhammad) dia tidak menjawab dengan bacaan Shalawat atasmu, kemudian meninggal dan masuk neraka katakan "Amin", maka akupun mengucapkan Amin,



"Ya Allah jauhkanlah (dari) siapa saja yang masih memiliki Orang tua atau salah satu dari mereka,lalu ia meninggal dan masuk neraka, maka akupun mengucapkan “Amin.”

 [Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah 3/192 dan Ahmad 2/246 dan 254 dan Al-Baihaqi 4/204 dari jalan Abu Hurairah. Hadits ini shahih, asalnya terdapat dalam Shahih Muslim 4/1978.]

 Juga terdapat dalam Kitab Mu’jam At Thabrani

حَدَّثَنَا عَبْدَانُ بن أَحْمَدَ ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بن عَبْدِ اللَّهِ بن عُبَيْدِ بن عَقِيلٍ ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بن أَبَانَ ، حَدَّثَنَا قَيْسُ بن الرَّبِيعِ ، عَنْ سِمَاكٍ ، عَنْ جَابِرٍ ، قَالَ : صَعِدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمِنْبَرَ ، فَقَالَ : " آمِينَ آمِينَ آمِينَ " ، قَالَ : " أَتَانِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلامُ ، فَقَالَ : يَا مُحَمَّدُ مَنْ أَدْرَكَ أَحَدَ وَالِدَيْهِ ، فَمَاتَ ، فَدَخَلَ النَّارَ ، فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ ، قُلْ آمِينَ ، فَقُلْتُ : آمِينَ ، قَالَ : يَا مُحَمَّدُ مَنْ أَدْرَكَ شَهْرَ رَمَضَانَ ، فَمَاتَ ، فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ ، فَأُدْخِلَ النَّارَ ، فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ ، قُلْ آمِينَ ، فَقُلْتُ : آمِينَ ، قَالَ : وَمَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ ، فَمَاتَ فَدَخَلَ النَّارَ ، فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ ، قُلْ آمِينَ ، فَقُلْتُ : آمِينَ ".

Dari Abdan bin Ahmad, dari Muhammad bin Abdillah bin Ubaid bin Aqil, dari Isma’il bin Aban,dari Qais bin Rabi’, dari Simak, dari  Jabir r.a. berkata : Nabi Muhammad saw berdiri dan menyeru di atas mimbar dan berkata Amin, Amin, Amin : (sahabat bertanya mengapa mengucap Amin 3x padahal tidak dengar apa-apa/orang berdoa), Rasulullah berkata: Telah datang Malaikat Jibril a.s berkata :

 Wahai Muhammad, Siapa saja yang masih memiliki Orang tua atau salah satu dari mereka,lalu ia meninggal dan masuk neraka, maka jauhkanlah Ya Allah dari itu, Katakanlah Amin,  maka Nabi menjawab : Amin,

 Wahai Muhammad , Siapa yang mendapati bulan Ramadhan kemudian dia meninggal dan dia tidak mendapat ampunan, maka dia masuk neraka, maka jauhkanlah Ya Allah dari itu, Katakanlah Amin,  maka Nabi menjawab : Amin,,

 dan siapa saja yang disebut Namamu (Muhammad) dia tidak menjawab dengan bacaan Shalawat atasmu, kemudian meninggal dan masuk neraka , maka jauhkanlah Ya Allah dari itu, Katakanlah Amin,  maka Nabi menjawab : Amin, ( HR Thabrani dalam Kitab Mu'jam Kabir At Thabrani)

 Juga terdapat dalam :

1.      Kitabnya Imam Qurtuby,  Al Jami li Ahkam al Qur’an (juz 1/hal 3257)

2.      Kitabnya Jalaluddin As Suyuty (pengarang tafsir Jalalain) , Ad Durr Al Mansur (1/372)

3.      Kitab Tafsir  Qadhi Iyadh (8/56)

4.      Kitab Syu’ab Iman – Imam Baihaqi ( 4/93)

5.      Kitab Jami’ Hadits (bab Hamzah 8/493)

6.      Kitab Az Zawajir Sarh Al Kaba’ir (juz 1/294)

Jadi, hendaknya kita lebih berhati hati ketika mem-forward sesuatu kepada yang lain baik via SMS atau email atau BBM. Dan kata kuncinya :”Jangan telan mentah-mentah, pelajari, tanyakan kepada yang mengerti dan memahami”, Insya Allah ada manfaatnya.  (gusarifin)

Hikmah Nuzulnya Al Qur'an secara bertahap
Jumat, 22 Juli 2011

Al Qur’an Nuzul secara berangsur ansur selama masa 22 tahun 2 bulan 22 hari ( sebagaimana kata Ibn Hajar dalam Syarh Shahih Bukhari) dan bila dibandingkan dengan masa turunnya kitab Suci yang lain : Taurat ( 6 Tahun), Injil (13 Tahun) dan Zabur ( 18 Tahun). (Sebagaimana hadits dari Wasilah bin Al Asqa’, riwayat Ahmad dan Baihaqi).

 Dan surat Al Furqaan (25) : 32-33,  memberi jawaban kepada siapa saja yang bertanya mengapa Al Qur’an tidak turun langsung dalam bentuk yang lengkap dalam sekali turun??.

 Turunnya Al-Qur’an yang secara. berangsur-angsur kepada Nabi saw itu mempunyai hikmah yang banyak di antaranya :

 1. Untuk menguatkan hati Nabi saw berdasarkan firman Allah swt :

 وَقَالَ الّذِينَ كَفَرُواْ لَوْلاَ نُزّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتّلْنَاهُ تَرْتِيلا وَلاَ يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلاّ جِئْنَاكَ بِالْحَقّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرا

“Berkatalah orang-orang kafir : “Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”. Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar). Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya” (QS. Al-Furqaan : 32-33).



2. Untuk memudahkan manusia dalam menghafal, memahami dan mengamalkan, sehingga dibacakan kepada mereka setahap demi setahap berdasarkan firman Allah swt :

 وَقُرْآناً فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النّاسِ عَلَىَ مُكْثٍ وَنَزّلْنَاهُ تَنْزِيلاً

”Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan berangsur-angsur supaya kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian” (QS. Al-Israa’ : 106)



3. Menambah keinginan untuk menerima dan melaksanakan perintah yang datang dari Al-Qur’an, sehingga manusia merindukan dengan penuh harap akan turunnya ayat, terutama berkenaan dengan hal-hal yang sangat membutuhkan jawaban dan penjelasan, sebagaimana dalam ayat-ayat Al-Ifk (berita dusta) dan Li’an.

 4. Pensyari’atan hukum secara berangsur-angsur hingga sampai pada kesimpulan hukum yang sempurna seperti dalam ayat mengenai khamr/minuman keras, yang mana manusia hidup dalam kultur budaya meminum khamr, maka sangatlah sulit dan berat bagi mereka untuk menerima larangan dengan meninggalkan tradisi mereka itu secara mutlak. Sehingga pensyari’atan hukum hukum dalam pelarangan khamr secara bertahap hingga sampai kepada pengharaman khamr secara mutlak.



Ayat Asal nya mengenai Minuman yang memabukkan adalah :

وَمِنْ ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالْأَعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan. An Nahl (16) : 67

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Abu Hurairah رضي الله عنه ia berkata, Rasulullah saw datang ke Madinah dan mendapati orang-orang meminum minuman keras, dan makan dari hasil berjudi. Lalu mereka bertanya kepada Rasullullah saw tentang masalah itu, maka Allah menurunkan ayat:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا

"Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".(Al-Baqarah:219)

 Lalu orang-orang berkata: "Tidak diharamkan, hanya saja pada keduanya dosa yang besar".

قوله تعالى (يا أَيُّها الَّذينَ آَمَنوا لا تَقرَبوا الصَلاةَ وَأَنتُم سُكارى) الآية: نزلت في أناس من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم كانوا يشربون الخمر ويحضرون الصلاة وهم نشاوى، فلا يدرون كم يصلون ولا ما يقولون في صلاتهم.

أخبرنا أبو بكر الأصفهاني قال: أخبرنا أبو الشيخ الحافظ قال: حدثنا أبو يحيى قال حدثنا سهل بن عثمان قال: حدثنا أبو عبد الرحمن الإفريقي قال: حدثنا عطاء، عن أبي عبد الرحمن قال: صنع عبد الرحمن بن عوف طعاماً ودعا أناساً من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم، فطعموا وشربوا، وحضرت صلاة المغرب فتقدم بعض القوم فصلى بهم المغرب، فقرأ (قُل يا أَيُّها الكافِرونَ) فلم يقمها، فأنزل الله تعالى (يا أَيُّها الَّذينَ آَمَنوا لا تَقرَبوا الصَلاةَ وَأَنتُم سُكارى حَتّى تَعلَموا ما تَقولونَ).

سبب آخر: قال ابن أبي حاتم: حدثنا محمد بن عمَّار، حدثنا عبد الرحمن بن عبد الله الدَّشْتَكي، حدثنا أبو جعفر عن عطاء بن السائب، عن أبي عبد الرحمن السّلَمي، عن علي بن أبي طالب قال: صنع لنا عبد الرحمن بن عوف طعاما، فدعانا وسقانا من الخمر، فأخذت الخمر منا، وحضرتِ الصلاةُ فقدَّموا فلانا -قال: فقرأ: قل يا أيها الكافرون، ما أعبد ما تعبدون، ونحن نعبد ما تعبدون. [قال] فأنزل الله تعالى { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ }

هكذا رواه ابن أبي حاتم، وكذا رواه الترمذي عن عبد  بن حُمَيْدٍ، عن عبد الرحمن الدَّشْتَكي، به، وقال: حسن صحيح  .

Ternyata,  mereka masih juga banyak yang minum khamr (minuman keras), sampai pada suatu hari, seorang dari Kaum Muhajirin (Ali Bin Abi Thalib) mengimami sahabat-sahabatnya pada salat Maghrib (Imamnya membaca Surat Al Kafirun). Bacaannya campur aduk antara satu dengan yang lain, sehingga Allah menurunkan ayat Alquran yang lebih keras dari ayat sebelumnya:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan"(An-Nisaa,:43).



Akan tetapi, Orang-orang masih juga banyak yang meminum minuman keras, hingga  turunlah ayat Alquran yang lebih keras lagi:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan".(Al-Maa-idah:90)



Mereka berkata: "Kami tidak akan melakukannya lagi wahai Tuhan!" Lalu orang-orang berkata: "Wahai Rasulullah banyak orang yang terbunuh di jalan Allah, atau mati di atas kasurnya, padahal mereka telah meminum khamr dan makan dari hasil perjudian, sedangkan Allah telah menjadikan keduanya, najis yang merupakan perbuatan setan".  Maka turunlah ayat:

لَيْسَ عَلَى الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوا إِذَا مَا اتَّقَوْا وَآَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ ثُمَّ اتَّقَوْا وَآَمَنُوا ثُمَّ اتَّقَوْا وَأَحْسَنُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

"Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebaikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan".(Al-Maa-idah:93)



Untuk men-check situasi ketika Pengharaman Khamr terjadi (ketika surat Al Maa’idah turun), dapat kita telusuri dalam Kitab/teks Hadits sebagai berikut :

Dalam shahih Bukhari, hadis nomor:4620,  disebutkan, dari  Anas bin Malik رضي الله عنه ia berkata:

حدثنا أبو النعمان: حدثنا حماد بن زيد: حدثنا ثابت، عن أنس رضي الله عنه: أن الخمر التي أهريقت الفضيخ. وزادني محمد، عن أبي النعمان قال:

كنت ساقي القوم في منزل أبي طلحة، فنزل تحريم الخمر، فأمر مناديا فنادى، فقال أبو طلحة: اخرج فانظر ما هذا الصوت؟ قال: فخرجت فقلت: هذا مناد ينادي: ألا إن الخمر قد حرمت، فقال لي: اذهب فأهرقها، قال: فجرت في سكك المدينة. قال: وكانت خمرهم يومئذ الفضيخ، فقال بعض القوم: قتل قوم وهي في بطونهم، قال: فأنزل الله: {ليس على الذين آمنوا وعملوا الصالحات جناح فيما طعموا}.

"Dulu aku pernah jadi penyuguh minuman (khamar) di rumah Abu Thalhah, dan turunlah ayat pengharaman minuman keras. Lalu diutuslah seseorang untuk menyerukan larangan ini. Abu Thalhah berkata, "Keluarlah dan lihat suara apakah itu". Lalu aku keluar, dan aku berkata: "Sungguh minuman keras telah diharamkan". Ia berkata kepadaku: "Pergi, dan tumpahkanlah". Anas berkata: "Aku pun keluar dan menuangkannya. Saat itu khamar mengalir di jalan-jalan Madinah."



عن ابن عمر رضي الله عنهما: قام عمر على المنبر، فقال: أما بعد، نزل تحريم الخمر وهي من خمسة: العنب والتمر والعسل والحنطة والشعير، والخمر ما خامر العقل.

Umar  رضي الله عنه berkata: telah diharamkan khamr dan jenis khamr terbuat dari 5 (lima) jenis yaitu : anggur, kurma, madu, gandum, ragi/yeast/malt, dan khamr itu adalah apa saja yang yang menyebabkan hilang akal (mabuk)."



Sebagian orang berkata: "Telah banyak yang terbunuh, sedangkan minuman itu ada di dalam perut mereka". Ia berkata, lalu turunlah ayat: "Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu".

(ngaji-keliling 2011)

Dzikir dan Do'a Shalat Dhuha
Senin, 04 Juli 2011

Doa setelah shalat Dhuha dapat menggunakan do'a apapun sesuai keinginan dan supaya diperhatikan kaifiyah/tata cara berdoa:

1.      Membaca Dzikir/wirid

(100x) رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُورُ



Wahai Tuhanku ampunilah aku, dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha menerima Taubat lagi Maha Pengampun.

( At Tirmidzi, Musnad Ahmad dari Ibn Umar رَضِيَ اللَّهُ عَنهُماَ)



2.      Didahului dengan membaca Ta’awudz

3.      Membaca Shalawat kepada Nabi Muhammad  saw

4.      Memuji Allah ta’ala (Tahmid/hamdalah)

5.      Berdoa Shalat Dhuha dan doa lainnya (sesuai maksud)



اَللَّهُمَّ إنَّ الضَّحَاءَ ضَحَاؤُكَ ، وَالْبَهَاءَ بَهَاؤُكَ ، وَالْجَمَالَ جَمَالُك ، وَالْقُوَّةَ قُوَّتُك ، وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُك ، وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُك اللَّهُمَّ إنْ كَانَ رِزْقِي فِي السَّمَاءِ فَأَنْزِلْهُ ، وَإِنْ كَانَ فِي الْأَرْضِ فَأَخْرِجْهُ ، وَإِنْ كَانَ مُعَسَّرًا فَيَسِّرْهُ ، وَإِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ ، وَإِنْ كَانَ بَعِيدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضَحَائِك وَبِهَائِك وَجَمَالِك وَقُوَّتِك وَقُدْرَتِك آتِنِي مَا آتَيْت عِبَادَك الصَّالِحِينَ .

"Ya Allah, sesungguhnya waktu pagi ini adalah waktu pagiMU, keindahan ini adalah keindahanMU, kekuasaan ini adalah kekuasaanMU, kenyamanan ini adalah kenyamananMU. Seandainya rezeki saya di langit turunkanlah ,jika  tersembunyi di dalam bumi maka keluarkanlah, jika sukar mudahkanlah, jika haram bersihkanlah, jika jauh dekatkanlah, berkat kesejatian masa pagiMU, keindahanMU, dan kekuasaanMU, ya Allah Limpahkanlah kepada kami segala apa yang telah Engkau limpahkan kepada hamba-hambaMu yang shaleh."

(Tuhfah Al Muhtaj sarh Minhaj 7/292, I'anatut Thalibin 1/295 dan Khawasy As Syarwani 2/231)



Tambahkan Doa doa yang lain, baik yang bersumber dari Al Qur’an / Hadits atau Doa kita sendiri. (gusarifin)



6.      Ditutup dengan Shalawat Nabi Muhammad saw. Serta  mengucapkan Alhamdulillahirabbil Alamin

Tiga Macam Amal yang harus dibarengi tiga amal lainnya
Jumat, 27 Mei 2011

ويقال ثلاث آيات نزلت مقرونة بثلاث لا يقبل اللَّه واحدة منهن بغير قرينتها. أوّلها: قوله تعالى {وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ} فمن صلى ولم يؤد الزكاة لم تقبل منه الصلاة والثاني قوله تعالى: {وَأَطِيعُوا اللَّه وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ} فمن أطاع اللَّه ولم يطع الرسول لم يقبل منه. والثالث قوله تعالى: {أَنْ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ المَصِيرُ} فمن شكر اللَّه ولم يشكر لوالديه لم يقبل منه.

Diriwayatkan bahwa ada tiga ayat yang diturunkan bergandengan dengan tiga hal. Tidak diterima tiga hal itu tanpa dibarengi dengan hal yang bergandengan dengannya.

Yang pertama adalah firman Allâh Ta'ala :

وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ

"Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat."

Di dalam Al Qur’an disebutkan 27 kali diantaranya: (QS. Al-Baqarah (2 ): 43, 83, 110 ; An-Nisa'(4) : 77 ; Al-Hajj (22) : 78 ; Al-Mujadilah(58) : 13 dan Al-Muzzammil(73) : 20)



Barang siapa yang rnengerjakan shalat, akan tetapi ia tidak menunaikan zakat, maka salatnya tidak akan diterima.



Yang kedua adalah firman Allâh Ta'ala :

وَأَطِيعُوا اللَّه وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ

"Taatilah Allâh dan taatilah Rasul (Muhammad)."



Di dalam Al Qur’an ada 5 kali: (QS. An-Nisa' (4) : 59 ; Al-Mai'dah (5) : 92 ; An-Nur(24) : 54 ; Muhammad (47) : 33 dan At-Taghabun (64) : 12)



Barang siapa yang taat kepada Allah, akan tetapi ia tidak taat kepada

Rasul, maka ketaatannya kepada Allâh tidak akan diterima.



Yang ketiga adalah firman Allâh Ta'ala :

أَنْ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ المَصِيرُ

"Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu."

(QS. Luqman  (31) : 14)

 Barang siapa yang bersyukur kepada Allâh, akan tetapi ia tidak bersyukur kepada'dua orang tuanya, maka syukurnya kepada Allâh tidak akan diterima.



والدليل على ذلك ما روي عن رسول اللَّه قال "إن لعنة الوالدين تبتر: أي تقطع. أصل ولدهما إذا عقهما فمن أرضى والديه فقد أرضى خالقه ومن أسخط والديه فقد أسخط خالقه ومن أدرك والديه أو أحدهما فلم يبرهما فدخل النار فأبعده الله"



Yang menjadi dalil atas hal yang demikian itu adalah hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah saw, di mana beliau bersabda :

"Sesungguhnya kutukan dua orang tua itu memutuskan asal anak kedua orang tua itu apabila anak itu durhaka kepada keduanya. Barang siapa yang merasa senang kepada dua orang tuanya, maka berarti ia merasa senang kepada Dzat Penciptanya; dan barang siapa yang merasa marah kepada dua orang tuanya, maka berarti ia merasa marah kepada Dzat Penciptanya. Barang siapa yang mendapatkan dua orang tuanya atau salah satu di antara keduanya, kemudian ia tidak berbuat baik kepada keduanya, maka ia masuk neraka, lantas Allâh menjauhkannya (dari rahmat-Nya)."

 وسئل النبي صلى اللَّه عليه وسلم " أَىُّ الأَعْمَالِ أَفْضَلُ؟ قال الصَّلاَةُ لِوَقْتِهَا ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ ثُمَّ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ".

Nabi saw pemah ditanya: "Apakah amal perbuatan yang paling utama itu?" Beliau menjawab: "Shalat pada waktunya, kemudian berbuat baik kepada dua orang tua, kemudian berjuang pada jalan Allâh."

 وعن فرقد السيخي قال: قرأت في بعض الكتب: إنه لا ينبغي للولد أن يتكلم إذا شهد والديه إلاّ بإذنهما، لا يمشي ببين يديهما ولا عن يمينهما ولا عن شمالهما إلاّ أن يدعواه فيجيبهما، ولكن يمشي خلفهما كما يمشي العبد خلف مولاه.

Dari Farqad As-Siji, di mana ia berkata : "Saya membaca di dalam sebagian kitab bahwasanya seorang anak tidak pantas untuk berbicara di depan ibu bapaknya, kecuali atas izin dari keduanya. Ia tidak pantas untuk bejalan di depan, di samping kanan atau kirinya, kecuali bila kedua orang tuanya memanggilnya lantas ia memenuhi panggilan itu. Ia harus berjalan di belakang kedua orang tuanya, sebagaimana seorang budak berjalan di belakang tuannya".

 وذكر أن رجلاً جاء إلى النبي صلى اللَّه عليه وسلم فقال يا رسول اللَّه إن أمي خرفت عندي وأنا أطعمها بيدي وأسقيها وأوضئها وأحملها على عاتقي فهل جازيتها؟ قال لا ولا واحدة من مائة ولكنك قد أحسنت والله يثيبك على القليل كثيراً"

Diceritakan bahwa ada seseorang datang kepada Nabi saw lantas berkata: "Wahai Rasulullâh, sesungguhnya ibuku mengigau di tempatku, kemudian aku memberinya makan dan minum dengan tanganku, serta aku mewudhuinya dan mengangkatnya di atas bahuku, maka apakah (yang demikian itu) berarti aku membalasnya?" Beliau bersabda : "Belum, belum satu persen pun. Akan tetapi kamu telah berbuat baik, dan Allâh akan memberi pahala yang banyak terhadap amalmu ynng sedikit itu".



وروى هشام ابن عروة عن أبيه قال: مكتوب في الحكمة ملعون من لعن أباه ملعون من لعن أمه ملعون من صدّ عن السبيل أو أضل الأعمى عن الطريق، ملعون من ذبح بغير اسم اللَّه ملعون من غير تخوم الأرض يعني الحد الذي بين أرضه وأرض غيره

Hisyam bin Urwah meriwayatkan dari ayahnya, di mana ia berkata : Tertulis di dalam hikmah:

"1-Terkutuklah orang yang mengutuk ayahnya. 2-Terkutuklah orang yang mengutuk ibunya. 3-Terkutuklah orang yang menjauhkan diri dari jalan yang benar, atau orang yang menyesatkan jalan terhadap orang yang buta. 4-Terkutuklah orang yang menyembelih binatang dengan tidak menyebut nama Allâh. 5-Terkutuklah orang yang merubah batas-batas tanah.

 ومعنى قوله لعن أباه ولعن أمه يعني عمل عملاً يلعن به أبواه فيصير كأنه هو الذي لعنهما. وروي عن رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم أنه قال "إن من أكبر الذنب أن يسب الرجل والديه قيل وكيف يسب والديه؟ قال يسب أبا الرجل فيسب أباه ويسب أمه"

Yang dimaksud dengan seseorang mengutuk ayahnya atau mengutuk ibunya adalah seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang menjadikan ayah atau ibunya dikutuk oleh orang lain; sehingga seolah-olah ia mengutuk langsung ayah atau ibunya.



Diriwayatkan dari Rasulullâh saw, di mana beliau bersabda :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ الذَّنْبِ أَنْ يَسُبَّ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قَالُوا وَكَيْفَ يَسُبُّ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قَالَ يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ

Dari Abdillâh bin Amr رضي الله عنهم dari Nabi saw beliau berkata "Sesungguhnya di antara dosa besar adalah bila seseorang mencaci maki kedua orang tuanya". Ditanyakan (kepada beliau) : "Bagaimanakah seseorang mencaci maki kedua orang tuanya?" Beliau bersabda : "Seseorang mencaci maki ayah orang lain, maka orang lain itu mencaci maki ayahnya; ia mencaci maki ibu orang lain, maka orang lain mencaci maki ibunya".(Musnad Ahmad)



ويقال للوالدين على الولد عشرة حقوق.

أحدها: أنه إذا احتاج إلى الطعام أطعمه.

والثاني إذا احتاج إلى الكسوة كساه إن قدر عليه، وهكذا روى عن رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم في تفسير

قوله تعالى {وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفاً} فقال المصاحبة بالمعروف أن يطعمهما إذا جاعا ويكسوهما إذا عريا.

 والثالث إذا احتاج أحدهما إلى خدمته خدمه.

 والرابع إذا دعاه أجابه وحضره.

والخامس إذا أمره بأمر أطاعه ما لم يأمر بالمعصية والغيبة.

 والسادس أن يتكلم معه باللين ولا يتكلم معه بالكلام الغليظ.

 والسابع أن لا يدعوه باسمه.

والثامن أن يمشي خلفه.

 والتاسع أن يرضى له ما يرضى لنفسه ويكره له ما يكره لنفسه.

 والعاشر أن يدعو له بالمغفرة كلما يدعو لنفسه

Dikatakan bahwa kedua orang tua itu mempunyai 10 hak dari anaknya, yaitu :

1.      Apabila orang tua membutuhkan makanan, maka anaknya harus memberikan makanan kepadanya.

2.      Apabila orang tua membutuhkan pakaian, maka anaknya harus memberikan pakaian kepadanya apabila anaknya mampu untuk memberikannya.

3.      Apabila orang tua membutuhkan pelayanan, maka anaknya harus melayaninya.

4.      Apabila orang tua memanggil anaknya, maka anaknya harus menjawab dan datang kepadanya.

5.      Apabila orang tua memerintahkan sesuatu, maka anaknya harus mematuhinya selama tidak memerintahkan untuk berbuat maksiat dan menggunjing.

6.      Anak harus berbicara dengan sopan dan lemah lembut, tidak boleh berbicara kasar kepada orang tuanya.

7.      Anak tidak boleh memanggil nama orang tuanya.

8.      Anak harus berjalan di belakang orang tuanya.

9.      Anak harus membuat kesenangan kepada orang tuanya sebagaimana ia membuat kesenangan kepada dirinya sendiri, dan menjauhkan segala apa yang dibenci oleh orang tuanya, sebagaimana ia menjauhkan diri dari apa yang dibenci oleh dirinya sendiri.

10.  Anak harus memohonkan ampun untuk kedua orang tuanya kepada Allâh selama ia berdoa untuk dirinya sendiri.

 Allâh menceritakan tentang Nabi Nuh عليه السلام, di mana ia berdoa :

  وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا (26) إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا (27) رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا تَبَارًا (28)



Nuh berkata: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.

Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma'siat lagi sangat kafir.

Ya Tuhanku! ampunilah Aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan". QS Nuh (71):26-28

 Demikian pula doa Nabi Ibrahim عليه السلام :

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ  رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ

"Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang yang beriman pada hari diadakan perhitungan (hari Kiamat)." (QS. Ibrahim (14): 40 - 41)

 وروى عن بعض الصحابة رضي اللَّه تعالى عنه أنه قال: ترك الدعاء للوالدين يضيق العيش عن الولد، وهل يمكنه أن يرضيهما بعد وفاتهما؟ قيل له بلى يرضيهما بثلاثة أشياء. أولهما أن يكون الولد صالحاً في نفسه لأنه لا يكون شيء أحب إليهما من صلاحه. والثاني أن يصل قرابتهما وأصدقائهما. والثالث أن يستغفر لهما ويدعو لهما ويتصدق عنهما.

Diriwayatkan dari sementara sahabat رضي الله عنهم, bahwasanya ia berkata : "Meninggalkan doa kepada dua orang tua itu menyebabkan sempitnya rezeki bagi si anak". Apakah mungkin seseorang dapat menyenangkan kedua orang tua setelah keduanya meninggal dunia? Dikatakan kepadanya : Ya, ia dapat menyenangkan kedua orang tuanya dengan tiga hal, yaitu :

1.      Ia sendiri menjadi anak yang shalih, karena menjadi anak yang shalih itu adalah sesuatu yang paling disenangi oleh kedua orang tuanya;

2.      Ia mempererat tali persaudaraan dengan kerabat dan kenalan orang tuanya;

3.      Ia memohonkan ampun dan mendoakan kedua orang tuanya, serta bershadaqah untuk keduanya.

 Al-'Ala' bin Abdur Rahman meriwayatkan dari ayahnya dari Abu Hurairah رضي الله عنه, bahwasanya Nabi saw bersabda : "Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya kecuali tiga, yaitu : shadaqah jariyah, ilmu yang dapat diambil manfaatnya, dan anak shalih yang memohonkan ampun untuknya."

 Diriwayatkan dari Nabi saw, bahwasanya beliau bersabda : "Janganlah kamu memutuskan orang yang dulunya biasa dihubungi oleh ayahmu, karena yang demikian itu bisa memadamkan cahayamu, karena sesungguhnya kasih sayangmu adalah kasih sayang ayahmu."

 Disebutkan bahwasanya ada seseorang dari Bani Salimah datang kepada Nabi saw  dan berkata : "Sesungguhnya kedua orang tuaku sudah meninggal dunia, maka apakah masih ada jalan untuk berbuat baik kepada keduanya itu?" Beliau bersabda : "Ya, (yaitu) memohonkan ampun untuk keduanya, melaksanakan janji (wasiat) keduanya, menghormati teman-teman keduanya, dan mempererat tali persaudaraan yang tidak dilakukan melainkan, karma keduanya."

(Dari Kitab Tanbihul Ghafilin - Abu Laits As Samarqandy