Kita terlahir dari kota yang berbeda. Tapi kerap kali membicarakan tema yang sama. Yaitu "CINTA"

Senin, 05 Agustus 2013

REMBULAN BERCERITA ( DIMUAT OLEH HARIAN MEDAN BISNIS 02 JUNI 2013)

medanbisnis/David Siagian
Minggu, 02 Jun 2013 11:38 WIB
by:  Valea Fiolida

Senja telah berpulang. Ketika malam menjelang. Di langit berkumpul rembulan dan bintang yang sedang bersenandung. Rembulan bercerita tentang beberapa hal yang tak akan lekang. Rembulan malam ini begitu indah. Membangkitkan hasrat untuk memandang keindahannya. Cukup mendongak sedikit saja , Aleda sudah menikmati keindahan yang terpancar dari rembulan malam ini. Napasnya tersengal, ketika mendengar seseorang membual tidak jauh dari tempat duduknya. Aleda memalingkan wajahnya ke arah suara tersebut. Dia seorang lelaki berwajah bengal. Dengan pakaian kumal dan dia sedang membual. Sementara orang-orang di sekitarnya.
mulai mual.Lelaki itu masih terus membual. Dia hampir terjungkal karena tidak memperhatikan jalannya.Aku tidak mau tangan kotormu menyentuhku. Baumu kumuh. Bajumu lusuh. Siapa yang tertarik dengan orang sepertimu, aku menganggapmu musuh. Kau tahu itu.

Setengah jam kemudian suasana taman menjadi hening. Lelaki itu sudah berhenti membual. Dia duduk dengan napas tersengal. Aleda menatap lekat ke arah lelaki itu. Lelaki itu menyalakan sebatang cerutu. Aleda melihat lelaki itu menikmati kepulan asap yang keluar dari lubang cerutunya. Entah apa yang membawa Aleda ke tempat lelaki itu berada.

Aleda mendekati lelaki itu dengan perasaan gusar. Dia takut kalau-kalau lelaki itu mencecarnya. Tapi, tidak ada celah untuk kembali ke tempat duduknya semula. Jaraknya dengan lelaki itu hanya tingal beberapa senti saja. Lelaki itu juga sudah melihat kedatangannya.
“Permisi”. Aleda membungkuk tepat di hadapan lelaki itu.

Lelaki itu masih asik dengan cerutunya. Dia tidak menanggapi perkataan yang dilontarkan Aleda.
“Kamu siapa? Kamu ingin menyentuhku dengan tangan kotormu”?

Aleda terhenyak mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut lelaki itu. Mulutnya terkunci. Kata-kata yang biasanya mudah sekali diurainya tiba-tiba saja menjauh pergi. Dia hanya mampu menggeleng.

Tatapan lelaki itu menjadi bersahabat. Ketika menegtahui Aleda bukan jahat. Aleda menebak, lelaki ini hanya mengalami tekanan jiwa yang belum terlalu parah. Hanya saja mentalnya terlalu rapuh. Jadi, dia terlihat seperti orang gila.

“ Maaf”. Aleda membungkuk untuk yang kedua kalinya.

Lelaki itu tidak bergeming. Suasana pun semakin hening. Seketika malam menjadi temaram dan. rembulan jadi pendiam.

“Boleh saya tahu bapak tinggal di mana?” Lelaki itu tidak menjawab. Dia hanya menggeleng.
“Bapak sudah makan? “Lelaki itu mengangguk. Kepalanya menunduk. Kepulan asap putih yang keluar dari cerutunya semakin banyak. Lelaki itu terbatuk.

“Bapak punya teman?”
“Ini adalah temanku yang paling setia”. Lelaki itu menunjuk kearah cerutunya yang menebarkan aroma khas cengkeh. Sejenak lelaki itu terkekeh.Tangannya mengusap bagian tengah cerutunya. Seperti tengah mengusap kepala anaknya. Dia melakukannya dengan sangat bersahaja. Aleda pun terpana. Dia kemudian membayangkan bila sosok yang di depannya itu adalah ayahnya. Sosok yang sedang dicarinya.

Sosok yang sedang dinannti-nantikannya. Sosok yang teramat dirindukannya. Aleda bertekad mencari ayahnya setelah ibunya meninggal dunia. Sebenarnya sudah dari dulu Aleda ingin bertemu dengan ayahnya. Tapi dia tidak pernah mendapatkan izin dari ibunya.

Dan Aleda mengerti alasan ibunya kenapa dia melarang Aleda bertemu ayahnya. Ya, itu karena ayahnya telah meninggalkan Aleda dan ibunya secara tiba-tiba dan tanpa alasan yang jelas pula. Hal itu yang membuat ibunya amat terluka. Dan Aleda sangat memahami alasan yang dikemukakan ibunya.

Naluri Aleda tersentuh. Air mataya jatuh. Hatinya kembali terenyuh. Dia asik bermain dengan imajinasinya sendiri. Sementara lelaki itu menatapnya dengan tatapan gagu. Dia bingung menatap Aleda dengan air matanya yang semakin beku. Tidak akan ada kenangan jika kita tidak pernah ditinggalkan. Entah apa yang membuat lelaki itu bisa mengatakan kata-kata yang sangat bermakana. Itulah yang dirasakan Aleda.

“Boleh saya lihat KTP bapak”.
Lelaki itu merogoh saku celananya. Dia menydorkan KTP usang ke tangan Aleda.
“Jadi, nama bapak Supri ya”ujar Aleda sambil mengembalikan KTP ketangan lelaki itu.
Lagi-lagi, lelaki itu tidak mengangguk tidak pula menggeleng. Dia hanya diam. Seperti sedang memendam sesuatu yang hal yang teramat berat.

Baru saja Aleda hendak bertanya ketika lelaki itu bangkit dan tersenyum meninggalkannya. Aroma nya masih tertinggal meski lelaki itu telah beberapa meter menjauh. Aleda tidak mengeluh.

Doorrr. Suara tembakan begitu dekat di telinga Aleda, ketika lelaki tadi belum lama meninggalkannya. Aleda berjalan menghampiri asal suara tersebut. Orang-orang sudah membentuk lingkaran diantara garis kuning yag dipasang polisi.

Aleda mengintip apa yang sebenarnya terjadi. Dia tidak peduli dengan beberapa orang yang kesal karena kakinya terinjak sepatu Aleda. Aleda terus mendekati sosok yang terlentang di atas tanah. Air matanya jatuh ketika mengetahui lelaki yang baru ditemuinya sudah tidak bernyawa lagi. Di bibir lelaki itu senyum memancar. Tepat pada saat bulan sempurna bersinar.

Aleda bingung. Dia tidak habis pikir kenapa polisi menembak orang yang sakit jiwa. Apakah di negaranya ada perintah membunuh orang yang sakit jiwa. Tapi mengingat dirinya bukan siapa-siapa dia tidak mungkin bertanya pada polisi yang sibuk menjawab pertanyaan beberapa media.

Aleda menjauh dari kerumunan orang-orang ketika ponselnya berbunyi. Ada sms masuk. Sms yang sangat ditunggu-tunggunya. Dia tidak peduli lagi siapa lelaki tadi dan kenapa dia ditembak oleh polisi. Dia sumringah menekan tombol oke untuk membuka sms yang dikirim Joni-pamannya-adik lelaki ibunya. Tadi, Aleda sengaja duduk di taman setelah selesai menelpon pamannya. Menunggu pamannya mengabari hal yang ditanyakan Aleda.
Klik.

Aleda membaca sms dari pamannya. Jantungnya berdenyut pilu. Serasa ditusuk-tusuk seribu sembilu. Pedih, perih, dan ngilu. Aleda kembali membaca sms yang dikirim pamannya barusan. Dia ingin memastikan kembali kalau dia tidak salah baca.

Bapakmu namanya Supri. Dia berprofesi sebagai pembunuh. Sudah beberapa tahun ini dia menjadi incaran polisi. Karena sudah puluhan korban yang dibunuhnya. Jiwanya sedikit terganggu karena tekanan yang dialaminya. Sebaiknya kamu kembali saja ke kampung. Dia tidak pantas menjadi bapakmu.

Air mata Aleda tumpah. Dia menengadahkan tangan ke langit. Melafalkan beberapa do’a untuk ayahnya. Ayah yang selalu dirindukannya. Tapi kembali meninggalkannya untuk yang kedua kalinya. Aleda tidak menyumpahi ayahnya. Dia sanagt bersyukur masih bisa melihat ayahnya meski hanya beberapa saat saja.

Rembulan malam ini telah bercerita tentang satu kisah yang tak akan pernah lekang dalam ingatan Aleda. Tentang sosok ayahnya. Tentang sakit hati ibunya. Ibu pasti memaafkan ayah jika tahu keadaan ayah saat ini. Ayah sudah mendapatkan ganjaran dari perbuatannya bu “gumam Aleda seolah-olah ibunya juga sedang menyaksikan akhir dari umur ayahnya”.
Aku mencintai kalian berdua.

Malam semakin menyusup . Rembulan sudah redup.Aleda berjalan meninggalkan taman dengan perasaan nyaman. Rembulan, teruslah bercerita untukku teriak Aleda.