Kita terlahir dari kota yang berbeda. Tapi kerap kali membicarakan tema yang sama. Yaitu "CINTA"

Minggu, 08 September 2013

perempuan dan kereta

Diambil dari blog : http://secangkircokelat.blogspot.com/


sejak stasiun benar-benar menjadi stasiun, perempuan itu kehilangan banyak sajak
yang biasanya ia pungut tiap mendengar peluit kereta.
kini, tak ada sajak
karena kereta kebanyakan berisi isu, bukan rindu
tak lagi didengarnya cerita liris tentang harap atau mimpi-mimpi pagi
kereta yang datang di stasiun yang benar-benar jadi stasiun hanya mengantar kepura-puraan yang jumlahnya terus beranak-pinak
orang-orang yang turun dari gerbongnya memakai topeng yang sama;
kalut
sejak stasiun benar-benar menjadi stasiun, perempuan itu tak bisa lagi berlama-lama beralasan menunggu kereta
tiket yang ia punya tak banyak. dan kini, harga tiket cukup mahal untuk ditukar dengan sajak dari mimpi-mimpi lama
kemarin saja, bahkan para petugas loket tak menoleh saat ia ingin menukar tiket dengan sajak yang berisi cinta dari sebuah kota bernama setia.
setia? ulang petugas loket. kau mengada-ada, cinta dan setia sudah lama tak lagi berada dalam frasa yang sama. cobalah bawa sajak lain yang lebih berlogika, tambah petugas loket itu buru-buru.
ia mengisyaratkan agar perempuan itu segera berlalu.
jadi, kini perempuan itu tak bisa lagi menunggu kereta.
karena stasiun benar-benar menjadi stasiun.
dan sisa sajak yang ia punya, hanya tentang setia dan cinta yg masih dalam frasa yang sama.

secangkir cokelat panas: malam datang tiba-tiba di pasar malam suatu ketika...

secangkir cokelat panas: malam datang tiba-tiba di pasar malam suatu ketika...:   kita menatap seolah doa yang kita hafal buyar tiba-tiba hari gelap senja tak menyempurnakan kisahnya komidi putar membawa terang yan...

Cerita Hujan


Hujan turun berbintik-bintik. Membentuk sebuah rintik. Menyuarakan bunyi tik-tik. 

Rindu dan kenangan saling berbisik. Menimbulkan berisik. Aku hanya mampu meringkik. Seperti akan kehabisan napas pada tiap detik. Rinduku sudak menukik. dan kenangan hampir mencekik. Aku tidak panik. Sebab, rindu dan kenangan seperti manik-manik. Indah dan cantik.

Secangkir Praffuccino berhasil kuracik. Aromanya apik. 
Hujan dan Praffuccino berbagi cerita tentang cinta yang tidak terusik. Cinta yang selalu menelisik. Tentang kenangan dan rindu yang menggubah nada menjadi sebuah pekik.

Sisa Kenangan

3 Maret 2012
Tidak ada firasat yang tersirat. Bahwa aku dan kamu bisa bertemu dan saling menatap dengan erat. Napas kita juga jadi terasa berat. Dan cinta kita semakin kuat. Karena kita menyatukan dua semangat. Aku masih ingat. Seperti apa kita menghabiskan malam yang pekat. 
Kala itu tepat pukul delapan malam, perut kita sama-sama menjerit. Kita sama-sama lapar. Dan itu juga yang membuat kita jadi gusar. Akhirnya, kita memilih menu ayam bakar. Sepiring nasi hangat juga ikut membasmi lapar.
Kita menyantap ayam bakar sambil berkelakar. Malam semakin beranjak, dan kita pura-pura tidak sadar. Kita malah saling berandar Menatap bulan yang sedang berbinar.
Aku mencintaimu!

Itu kata-kata yang kau ucapkan sebelum ayam bakar di piringku tandas. Senyumku pun terulas. Pada saat itu, aku tidak memikirkan bahwa itu hanya bias. Sebab, aku menganggap itu semua sesuatu yang jelas. Aku puas. Tidak ada rasa cemas. Hanya rasa gemas yang hadir ketika melirik bibirmu yang dipulas malam, manis. Semanis olesan madu yang melekat pada daging ayam yang kita pesan. Semuanya membuatku terkesan. Banyak pesan yang sudah tersampaikan. Pesan kebaikan dan kelukaan.

Aku tidak pernah berpikir sekali saja untuk membuatmu alfa dalam perputaran pikiranku. Kau selalu ada di sela-sela cara berpikirku. Ya, kau memang begitu. Tidak mau membiarkanku melepaskanmu. Tapi...
Kau sendiri yang diam-diam melepaskanku seperti aku yang diam-diam melepaskan daging ayam bakar dari tulangnya.
Kenangan tentangmu terkadang menyamai perputaran bumi pada matahari. Sudah kuabaikan, tapi kembali dan tetap mengitari.