Kita terlahir dari kota yang berbeda. Tapi kerap kali membicarakan tema yang sama. Yaitu "CINTA"

Sabtu, 05 November 2011

Goresan 7 ( organ tubuh )

Goresan 6 tentang MULUT ( organ tubuh )

Mulut tak kalah pentingnya dengan organ yang lain dalam hidupku.Dia yang selalu bersedia mengeluarkan yang tulisan di hatiku melaui suaranya.Entah sudah berapa banyak tulisan di hatiku yang dia keluarkan,maaf aku tak punya banyak waktu untuk menghitungnya.Dia jga mungkin ingin mengatakan kepadaku bahwa dia lelah menemaniku.Namun dia masih memiliki perasaan lebih untuk tetap menemaniku,dan menyampaikan setiap maksudku kepada orang yang mau mendengarkanku.
  Mungkin dia jauh lebih senang jika aku mau menurutinya untuk diam  sejenak,namun terkadang aku mengabaikan itu,maaf kan aku ,karena saat ini aku masih belum bisa mewujudkan keinginanmu.Dan terima kasih telah membantuku dan mengerti aku.

Goresan 5 tentang tangan(organ)

Cuma bisa bilang terima kasih dan maaf untukmu tanganku.Setiap saat memaksamu menyentuh keyboard atau juga baris dari buku.Kau yang membantuku menuangkan semua yang tersimapan di benakku leawat tulisan.Kau yang merangkai huruf menjadi kata dan juga menjadi satu cerita yang mampu menyampikan isi hatiku.
  Aku mengerti kau begitu ingin menjauh dariku,namun tidak untuk saat ini,karena aku masih sangat membutuhkan bantuanmu.hanya bisa berkata:"sabarlah"menunggu waktu di mana kau bisa terlepas dariku.

Goresan 3 tentang Otak( organ)

Memenuhi ruang yang kau miliki adalah kebiasaanku,bebas memilikimu tanpa memberi batas,aku tahu itu tak pantas,namun aku puas.
Otakku,terimakasih masih manyimpan ideku,dan maaf kau harus ikut merasakan kepedihanku.Bersabarlah sedikit lagi,aku akan mengakhiri semua ini.Tidak untuk saat ini,namun mungkin untuk besok.
  Kau pasti menderita menerima terlalu banyak tekanan dari diriku,berusaha keras untuk tidak memberontak keluar dari tubuhku merupakan hal yang paling aku banggakan darimu,suatu hari nanti kau pasti mengerti mengapa aku seperti ini padamu.Kau teman terbaik yang aku punya,namun aku bukanlah orang baik yang kau kenal,setidaknya aku sedikit memahami keberadaanmu,dan selalu menjadikanmu tempat keluhku.
   Tak pernah memintamu untuk mengakhiri semua itu,namun aku yang harus mengakhirinya jika hari dimana aku harus beranjak meninggalkan aku.Namun jangan pernah kau hapus kehadiranku dalam ruangmu.



Goresan 2 tentang jantung( organ)

Memang kau tak lebih indah dibandingkan tuhanku,namun aku sangat beruntung memilikimu,setiap saat berdetak mengingatkanku akan keberadaan tuhanku.
    Tak pernah terlintas,jika kau tak pernah ada dalam diriku.Terima kasih telah menerimaku dengan sangat tulus,dan maaf aku terlalu egois untuk kau miliki.kau setia menjagaku dalam lelap,namun aku tak pernah menjagamu,sekali lagi maafkan aku yang telah menyusahkanmu,tak pernah memberimu waktu menikmati keberadaanmu,itu adalah kesalahanku.
     kau tak perlu khwatirkan aku,karena aku tak selamanya mengganggumu,suatu saat nanti aku akan pergi...




Goresan 1 tentang hati(organ)

Hatiku,sabar sedikit menerimaku yang tak pernah memberimu kesempatan untuk beristirahat,aku tau kau lelah,tapi aku tak bisa melepaskanmu.Aku masih membutuhkanmu mendengarkan ceritaku.Cerita sedihku melewati batas sedikit,aku ingin kau menyimpannya,dan tak akan membuangnya kelak.
   Hatiku ,terima kasih telah menerimaku dalam ruanganmu yang tak cukup besar.Namun aku menyukainya,berada didalamnya membuat aku melupakan sejenak masalah yang tengah menyapaku.Tak perlu memberiku semangat,kau cukup mendengarkan aku,karena aku hanya butuh teman bercerita.
   Hatiku,kau memangtak akan pernah hidup,dan mampu menemaniku di dunia nyata,namun aku sangat bahagia memilikimu,kau yang paling mengerti aku.

Coretan 4

Diam ini menyimpan beberapa tanda tanya jyga harapan,kegalauan,kesedihan,kepedihan,mungkin suatu saat hatiku menjerit karena menanggung beban terlalu berat,hingga tak ada lagi ruang kosong yang bisa dijadikan tempat.
    Hatiku tak terlalu kuat menampung beban yang lebih dari sedikit ini,namun akan aku kemanakan semuanya,tak ada tempat yang mampu menampungnya selain hatiku sendiri.Wahai hatiku maafkan aku yang telah menyusahkanmu,beri aku sedikit waktu lagi untuk menumpahkan semua yang terjadi padaku selam ini .

     Jika besok aku tak menumpahkan segala yang terjadi padaku,mungkin aku telah pergi meninggalkanmu,jangan tanyakan aku kemana,karena aku tahu kau pasti mengerti kemana aku pergi.Ingat saja semua yang telah aku catat di dalam ruanganmu,sebelum semuanya berakhir aku hanya ingin berterima kasih kepadamu,karena kau telah menjaga semua kesahku,kau tak perlu resah,karena aku tak punya banyak kesempatan lagi menemanimu,kau juga tak harus menangisikepergianku karena kau tahu seperti apa aku,dan kau boleh menghapus semua kesahku jika aku telah meninggalkanmu.

Goresan 3

Mungkin aku tak seberuntung mereka yang memiliki keluarga yang utuh.Aku hanya bisa menerima dan memaklumi keadaan yang aku punya,walau tak bisa aku pungkiri aku tak kuat menahan ini semua,mungkin aku terlalu lemah,atau mungkin aku terlalu sedih dengan semua ini.
               Terlahir di dunia ini merupakan hal selalu aku syukuri,namun dibesarkan tanpa kehangatan ayah itu merupakan hal yang tak aku inginkan,sungguh kalau saja aku bisa memilih,aku memilih tak ingin terlahir kedunia ini.
Mungkin untuk mereka yang mendengar keluhanku ini,berpikir betapa aku tak memiliki daya melalui hidup ini,atau juga aku tak cukup berwarna untuk melukis garis kehidupan ini,ya aku memang seperti itu.Kalian benar,aku memang begini.Maklumilah aku yang hidup seperti tanpa pijakan.
          Tempat berkeluh kesah pun aku tak punya,yang aku punya hanya tuhanku,mungkin saja tuhanku bosan dengan kesahku,tapi aku tak memikirkan itu,yang aku tahu setiap duka menghampiriku aku selalu mengadu padanya.Ingin memiliki seseorang yang bisa dijadikan tempat berpijak,tanpat harus condong ke kanan ataupun kekiri,namun itu semua belum aku dapatkan.Aku tahu tuhanku tak akan tinggal diam dengan semua ini,mmungkin suatu saat DIA akan memberikan aku tempat pijakan itu.Mungkin sebelum aku pergi.............


yang terpikirkan di malam ini

Barusan pergi bersamamu,namun mungkin itu yang terakhir kalinya,aku bahagia teman,bisa menjadi orang yang kau butuhkan disaat kau mengalami kesulitan.Dan aku bahagia mengenalmu dalam kehidupanku,tak ingin menyudahi kisah yang telah kita lalui bersama.Namun maafkan aku,aku harus pergi dalam waktu yang tak panjang ini.Bersamamu merupakan hal yang terindah yang pernah aku lalui,aku sangat bersyukur memilikimu teman.Berjuanglah demi kehidupanmu,jangan hiraukan aku,karena aku tak lama lagi di dunia ini.Jaga dirimu teman,aku pergi ya......

Curhatan malam galau

Malam ini begitu bahagia,tertawa dalm kenangan perjalanan bersama teman,mungkin besok tak akan bisa seperti ini lagi,karena mungkin aku akan pergi untuk waktu yang lama.Meninggalkan kenangan yang tak bisa terlupakan merupakan suatu kesusahan yang harus aku lalui,munhgkin ini hal terberat yang aku haru lewati,namun tak ada pilihan lain yang harus aku lalui.Ingin selalu seperti ini selamanya,namun itu adalah hal yang tak mungkin terjadi,cepat atau lambat aku pasti meninggalkan dunia yang suatu saat akan hilang.Namun aku yang akan pergi meninggalkan dunia ini selamanya.Selamat tinggal teman,mungkin ini terakhir kalinya kita bercanda dalam riang,besok tak akan lagi terjadi,mungkin lah..aku juga tak tahu entah apa yang harus aku lakukan untuk melalui kehidupan yang sangat menyulitkanku ini. Allah adalah tempat satu-satunya mengadu yang bisa aku adatangi selamanya,namun terkadang aku melupakannya.



Mungkin aku yang tak terlalu kuat untuk menghadapi semua kenyataan yang seharusnya aku lewati dengan lapang dada ini.Aku terlalu naif,untuk tidask mengeluh ,namun memendam semua ini menambah sesak di dada. Mencurahkan semua yang terpendam,itu merupakan hal yang tak mudah untuk aku lakukan.Kegalauan sering terjadi dalam kehidupanku,namun aku tak tahu akan mengadu kemana,yang aku punya hanya tuhanku,terkadang malu harus mengeluh kepadanya setiap saat.
Namun inilah aku yang masih belum bisa memahami diriku sepenuhnya .

Keindahan fanorama ini
memebuat hati semakin sejuk
ingin berdiam diri disini
Jauh dari jamahan penghuni bumi

Bebas menegak setiap butir angin
leluasa memandang setiap helai daun
Membuat aku semakin terpana
Wahai aLLah betapa indahnya ciptaanMU

Cerita hari ini

Mengesampingkan rasa marah itu sangat sulit,namun selalu mencoba untuk melakukan itu. Walau dalam hati tak bisa menahannya,namun tak mungkin untuk mencurahkannya,karena aku masih memiliki hati,mengerti perasaan orang lain.Agak heran dengan orang yang sama sdkali tidak memiliki kadar rasa yang bagus.Gak peka terhadap keadaan.kadang sempat terpikir,apa orang yang seperti sama sekali tak memiliki perasaan,ah entahlah bingung menjawab itu semua.

Tentang Isim yang marfu',isim mansub,dan majrur

Definisi Fa'il

Fa'il (subjek) adalah isim marfu' yang terletak setelah fi'il ma'lum (kata kerja aktif) dan merupakan pelaku dari suatu pekerjaan.

Penerangan

Fai'l itu hampir sama dengan subjek (di dalam bahasa Indonesia), hanya saja fa'il harus terletak setelah fi'il (kata kerja). Jadi kalau kita mau buat kalimat "Ahmad duduk", dalam bahasa arab kata kerjanya diawal sebelum fa'il (subjek), ُجلسَ أحمد (jalasa Ahmadu). Fa'il terdapat pada jumlah fi'liyyah (kalimat yang diawali dengan fi'il), sementara pada jumlah ismiyyah (kalimat yang diawali dengan isim), seperti أحمدُ جلس (Ahmadu jalasa), maka kata أحمدُ bukan dikatakan fa'il, tapi mubtada', karena kata أحمدُ merupakan isim yang terletak di depan kalimat, sementara fa'il harus terletak setelah fi'il.

Contoh-contoh Fa'il di dalam Al Qur'an

  • إذ قال يوسف (idz qoola yuusufu) = "ketika Yusuf berkata .. " (QS Yusuf 2)
  • إذ جاءك المنافقون (idz jaa-akal munaafiquun) = "Ketika Orang-orang munafik itu datang kepadamu" (QS Al Munafiquun : 1)
  • و قضي ربك ألا تعبدوا إلا إياه (wa qodoo robbuka alla ta'buduu illa iyyahu) = "Dan robbmu menetapkan bahwa janganlah kalian menyembah selain Dia" (QS Al Isro' : 23)
Dan sangat banyak sekali contoh-contohnya.

Kaedah-kaedah Fa'il


  1. Jika fa'ilnya muannats, maka fi'ilnya ditambah ta' ta'nits (kadang hukumnya wajib, kadang boleh-boleh saja)Misal: حضرت المدرسة (hadorot al-mudarrisatu) = pengajar wanita itu telah hadir

  2. Jika fa'ilnya mufrod, atau mustanna, atau jama', maka fi'il selalu dalam keadaan mufrodMisal :

    • حضر المدرس (hadhoro al-mudarrisu) = Pengajar (lk2) itu telah hadir

    • حضر المدرسان ( hadhoro al-mudarrisaani) = Dua orang pengajar (lk2) itu telah hadir


    • حضر المدرسون ( hadhoro al-mudarrisuuna) = Pengajar-pengajar (lk2) itu telah hadir

    • حضرت المدرسة ( hadhorot al-mudarrisatu) = Pengajar (pr) itu telah hadir

    • حضرت المدرستان ( hadhorot al-mudarrisataani) = Dua orang pengajar (pr) itu telah hadir

    • حضرت المدرسات ( hadhorot al-mudarrisaatu) = Pengajar-pengajar (pr) itu telah hadir

  3. Perhatikan, walaupun isimnya (fa'ilnya) berbentuk mutsanna atau jama' sekalipun tapi fi'il tetap dalam keadaan mufrod.

Dhomir, Fi'il Madhi, Fi'il Mudhori'

Diantara keistimewaan bahasa arab adalah kaya akan kata-kata, misalkan pada dhomir (kata ganti). Berbeda dengan bahasa Indonesia yang hanya memiliki 7 kata ganti (dia, kamu, kalian, mereka, kami, kita, dan saya)), di dalam bahasa Arab kata gantinya ada 12. Antara kata ganti untuk dua orang dengan lebih dari dua orang dibedakan di dalam bahasa Arab, tidak terdapat pada bahasa Indonesia bahkan pada bahasa Inggris (read : Bahasa Internasional).

Di antara keistimewaan bahasa arab juga adalah singkat dan padat, misalnya, jika kita ingin mengungkapkan "dia sedang menulis", maka cukup dengan menggunakan kalimat yaktubu dan ini sekaligus menunjukkan bahwa yang sedang menulis itu adalah seorang laki-laki, adapun jika yang menulisnya itu seorang perempuan, maka kita gunakan kalimat taktubu saja. Singkat dan padat. Dan banyak lagi keunggulan bahasa arab di atas bahasa lain.
Pada pelajaran kali ini, kita akan membahas tentang tentang dhomir, fi'il madhi, fi'il mudhori'.
Berikut penjelasannya:

Dhomir = kata ganti, seperti dia, kamu, mereka, dll.
Fi'il Madhi = kata kerja lampau, bermakna telah.
Fi'il Mudhori' = kata kerja sekarang atau yang akan datang


Tabel 1 : Dhomir, Fi'il Madhi, dan Fi'il Mudhori'


Keterangan:


  • Kolom paling kanan menunjukkan dhomir dalam keadaan rofa'.

  • Kemudian di sebelahnya ada kolom "arti" yang merupakan arti dari masing-masing dhomir.


    هُوَ (huwa) = Dia (1 lk)

    هُمَا (huma) = Mereka (2 lk)

    هُمْ (hum) = Mereka (> 2 lk)

    هِيَ (hiya) = Dia (1 pr)

    dst...


  • Kolom berikutnya (nomor 2 dari kanan) adalah fi'il madhi dari masing-masing dhomir.
    Karena arti kata fa'ala = melakukan, maka:

    فَعَلَ (fa'ala) = dia (1 lk) telah melakukan

    فَعَلاَ (fa'alaa) = mereka (2 lk) telah melakukan

    فَعَلوُاْ (fa'aluu) = mereka (>2 lk) telah melakukan

    فَعَلَتْ (fa'alat) = dia (1 pr) telah melakukan

    dst...



  • Kolom paling kanan menunjukkan fi'il mudhori' dari masing-masing dhomir.

    ُيَفْعَلَ (yaf'alu) = dia (1 lk) sedang/akan melakukan

    يَفْعَلاَنِ (yaf'alaani) = mereka (2 lk) sedang/akan melakukan

    يَفْعَلوُنَ (yaf'aluuna) = mereka (>2 lk) sedang/akan melakukan

    تَفَعَلُ (taf'alu) = dia (1 pr) sedang/akan melakukan

    dst...


Hafalkan tabel 1 di atas secara berurutan (dari atas ke bawah) berserta artinya, tentunya dengan cara Anda sendiri


Ada beberapa catatan yang perlu disampaikan:

Catatan 1:



Fi'il madhi memiliki banyak pola (wazan), diantaranya adalah fi'il tsulasi mujarrod (fi'il yang tersusun dari tiga huruf).
Fi'il madhi tsulasi mujarrod ini memiliki 6 macam pola, yaitu:
  • Fa'ala - yaf'alu (seperti pada contoh di atas)
  • Fa'ala - yaf'ulu
  • Fa'ala - yaf'ilu
  • Fa'ila - yaf'alu
  • Fa'ila - yaf'ilu
  • Fa'ula - yaf'ulu


Perhatikan bahwa fi'il madhi yang berpola fa'ala memiliki tiga kemungkinan fi'il mudhori' (yaitu yaf'alu, yaf'ulu, dan yaf'ilu). Fi'il madhi yang berpola fa'ila memiliki dua kemungkinan fi'il mudhori' (yaitu yaf'alu dan yaf'ilu).

Sementara fi'il madhi yang berpola fa'ula hanya memiliki satu kemungkinan fi'il mudhori' (yaitu yaf'ulu).

Misalkan kata "kataba" كَتَبَ yang berpola fa'ala, ada 3 kemungkinan fi'il mudhori', yaitu yaktabu, yaktubu, atau yaktibu. Mana yang benar?
Jawabannya: yaktubu.

Sementara kata "fataha" فَـتَحَ fi'il mudhori'nya yaftahu. Kenapa tidak yaftuhu? Padahal sama-sama berpola fa'ala seperti kata "kataba". Jawabanya: karena di kamus seperti itu.

Adapun kata "hasuna" حَسُنََ fi'il mudhori'nya pasti yahsunu, karena pola fa'ula hanya memiliki satu kemungkinan, yaitu yaf'ulu.


Catatan 2



Selain fi'il tsulasi mujarrod, ada lagi fi'il tsulasi maziid, yaitu pola fa''ala, faa'ala, af'ala, ifta'ala, infa'la, tafaa'ala, tafa''ala, if'alla, istaf'ala, if'au'ala, if'awwala, dan if'aalla.

Ada juga fi'il ruba'i mujarrod, yaitu fa'lala, dan terakhir fi'il ruba'i mazid, yaitu tafa'lala, if'anlala, dan if'allala.

Masing-masing memiliki pola fi'il mudhori' tersendiri. Pada pelajaran shorof 2 ini, kita batasi pembahasan fi'il hanya fi'il tsulatsi mujarrod saja.


Catatan 3 (penting!)


Tabel di atas itu adalah contoh dari fi'il tsulatsi mujarrod yang berpola fa'ala - yaf'alu. Jika pola fi'ilnya fa'ila - yaf'alu, maka tinggal mengganti harokat tengahnya, misalnya kata سَمِعَ - يَسْمَعُ (sami'a - yasma'u) = mendengar,
cara mentasrif fi'il madhinya:

سَمِعَ (sami'a) = dia (1 lk) telah mendengar

سَمِعاَ (sami'aa) = mereka (2 lk) telah mendengar

سَمِعُوا (sami'uu) = mereka (> 2 lk) telah mendengar

سَمِعَتْ (sami'at) = dia (1 pr) telah mendengar

سَمِعَـتَا (sami'ataa) = mereka (2 pr) telah mendengar

سَمِعْنَ (sami'na) = mereka (> 2 pr) telah mendengar

سَمِعْتَ (sami'ta) = kamu (1 lk) telah mendengar

سَمِعْـتُـمَا (sami'tumaa) = kalian (2 lk) telah mendengar

سَمِعْـتُـمْ (sami'tum) = kalian (> 2 lk) telah mendengar

سَمِـعْـتِ (sami'ati) = kamu (1 pr) telah mendengar

سَمِـعْـتُـمَا (sami'tumaa) = kalian (2 pr) telah mendengar

سَمِعْــتُـنَّ (sami'tunna) = kalian (> 2 pr) telah mendengar

سَمِعْـتُ (sami'tu) = saya telah mendengar

سَمِـعْناَ (sami'naa) = kami/kita telah mendengar


cara mentasrif fi'il mudhori'nya:


يَسْمَعُ (yasma'u) = dia (1 lk) sedang/akan mendengar

يَسْمَعَانِ (yasma'aani) = mereka (2 lk) sedang/akan mendengar

يَسْمَعُونَ (yasma'uuna) = mereka (>2 lk) sedang/akan mendengar

تَسْمَعُ (tasma'u) = dia (1 pr) sedang/akan mendengar

تَسْمَعانِ (tasma'aani) = mereka (2 pr) sedang/akan mendengar

يَسْمَعْنَ (yasma'na) = mereka (> 2 pr) sedang/akan mendengar

تَسْمَعُ (tasma'u) = kamu (1 lk) sedang/akan mendengar

تَسْمَعَانِ (tasma'aani) = kalian (2 lk) sedang/akan mendengar

تَسْمَعُونَ (tasma'uuna) = kalian (> 2 lk) sedang/akan mendengar

تَسْمَعِينَ (tasma'iina) = kamu (1 pr) sedang/akan mendengar

تَسْمَعانِ (tasma'aani) = kalian (2 pr) sedang/akan mendengar

تَسْمَعْنَ (tasma'na) = kalian (> 2 pr) sedang/akan mendengar

أسْمَعُ (asma'u) = saya sedang/akan mendengar

نَسْمَعُ (nasma'u) = kami/kita sedang/akan mendengar


Tabel 2 di bawah ini merupakan contoh-contoh fi'il madhi dengan mudhori'nya yang berpola fa’ula – yaf’ulu, fa’ila – yaf’alu, fa’ala – yaf’ulu, fa’ala – yaf’alu
Tabel 2: Kosakata


Coba Anda tasrif salah satu kata di dalam tabel tersebut (baik fi'il madhi atau mudhori'nya). Selamat mencoba.

(selesai)

Definisi marfu’, manshub, dan majrur

Definisi marfu’, manshub, dan majrur

Isim-isim yang marfu’ adalah isim-isim yang ber-i’rob rofa. Jama’ dari marfu’ adalah marfu’aat
Isim-isim yang manshub adalah isim-isim yang ber-i’rob nashob. Jama’ dari manshub adalah manshubaat.
Isim-isim yang majrur adalah isim-isim yang ber-i’rob jar. Jama’ dari majrur adalah majruroot.

Misal

Pada kalimat تـَعَـلـَّمَ أَحمَدُ اللغةَ العربيةَ في المسجدِ (ta’allama Ahmadu al-lughutal ‘arobiyyata fil masjidi ) = Ahmad belajar bahasa arab di masjid.

Kata أَحمَدُ ber-I’rob rofa’ sebab sebagai subjek (fa’il) dengan tanda dhommah (diakhir katanya). Karena ber-I’rob rofa’, maka kata kata أَحمَدُ tersebut dikatakan marfu’. Isim menjadi marfu’ dalam 6 keadaan, diantaranya adalah keadaan sebagai subjek (fa’il).

Kata اللغةَ ber-I’rob nashob sebab sebagai objek (maf’ul bih) dengan tanda fathah. Karena ber-I’rob nashob, maka kata kata اللغةَ tersebut dikatakan manshub. Isim menjadi manshub dalam 11 keadaan, diantaranya adalah keadaan sebagai objek (maf’ul bih).

Kata المسجدِ ber-I’rob jar sebab didahului huruf jar (yaitu في) dengan tanda kasroh. Karena ber-I’rob jar, maka kata kata المسجدِ tersebut dikatakan majrur. Isim menjadi majrur dalam 2 keadaan, diantaranya “didahului huruf jar”.



Keadaan-keadaan yang menyebabkan suatu isim menjadi marfu’, manshub, atau majrur

Isim-isim yang marfu’

Suatu isim menjadi marfu’ dalam 7 keadaan:

1. Mubtada’ (المبتدأ)
Yaitu isim marfu’ yang terletak di awal kalimat.

Misal : الكتابُ جديدٌ (Alkitaabu jadiidun) = Buku itu baru
Kata الكتاب (= buku) merupakan mubtada’, karena terletak di awal kalimat.


2. Khobar Mubtada’ (الخبر)
Yaitu yang menyempurnakan makna mubtada’.
Pada kalimat الكتابُ جديدٌ di atas, kata جديدٌ (= baru) merupakan khobar, karena menyempurnakan makna mubtada’

3. Isim kaana ( اسم كان) dan saudara-saudaranya
Yaitu setiap mubtada’ yang dimasuki oleh kaana atau saudara-saudaranya.

Misal : كان الكتابُ جديدًا (Kaana al kitaabu jadiidan) = (Adalah/dahulu) Buku itu baru.

Kata الكتابُ (= buku) merupakan isim kaana, karena kata tersebut awalnya mubtada’, setelah dimasuki kaana, maka istilahnya bukan mubtada’ lagi, tetapi “isim kaana”.

4. Khobar Inna (خبر إنّ) dan saudara-saudaranya
Yaitu setiap khobar mubtada’ yang dimasuki oleh inna dan saudara-saudaranya.

Misal : إنَّ الكتابَ جديدٌ (inna al kitaaba jadiidun) = Sesungguhnya buku itu baru.

Kata جديدٌ (= baru) merupakan khobar inna, karena karena kata tersebut awalnya khobar mubtada’, setelah dimasuki inna, maka istilahnya bukan khobar mubtada’ lagi, tetapi “khobar inna”

5. Fa’il (الفاعل)
Yaitu isim marfu’ yang terletak setelah fi’il lil ma’lum (setelah kata kerja aktif) dan menunjukkan pada orang atau sesuatu yang melakukan perbuatan atau yang mensifati perbuatan tersebut. Dengan kata lain, Fa’il = subjek.

Misal : قـَرأ الطالبُ رسالةً (Qoro-a at-Tholibu risaalatan) = Siswa itu telah membaca surat.

Kata الطالبُ (= siswa) merupakan fa’il, karena terletak setelah kata kerja aktif (yaitu membaca), dan yang orang yang melakukan perbuatan (yang membaca adalah siswa), jadi siswa itu sebagai subjek.

6. Naibul Fa’il (نائب الفاعل)
Yaitu isim marfu’ yang terletak setelah fi’il mabni lil majhul (setelah kata kerja pasif) dan menempati kedudukan fa’il setelah dihapusnya fa’il tersebut.

Misal : قـُرِأتْ الرسالةُ (Quri’at ar-Risaalatu) = Surat itu telah dibaca.

Kata الرسالةُ (= surat) merupakan naibul fa’il, karena terletak setelah kata kerja pasif (yaitu dibaca)



Isim-isim yang manshub

Suatu Isim menjadi manshub dalam 11 keadaan:

1. Khobar Kaana (خبر كان)
Yaitu setiap khobar mubtada’ yang dimasuki oleh kaana atau saudaranya.

Misal : كان الكتابُ جديدًا ( Kaana al kitaabu jadiidan) = (Adalah/dahulu) Buku itu baru.

Kata جديدًا (= baru) merupakan khobar kaana, karena kata tersebut awalnya khobar mubtada’, setelah dimasuki kaana, maka istilahnya bukan khobar mubtada’ lagi, tetapi “khobar kaana”.

2. Isim Inna (اسم إن)
Yaitu setiap mubtada’ yang dimasuki oleh inna atau saudaranya.

Misal : إنَّ الكتابَ جديدٌ (inna al kitaabu jadiidun) = Sesungguhnya buku itu baru.

Kata الكتابَ (= buku) merupakan isim inna, karena karena kata tersebut awalnya mubtada’, setelah dimasuki inna, maka istilahnya bukan mubtada’ lagi, tetapi “isim inna”

3. Maf’ul Bih (المفعول به)
Yaitu isim manshub yang menunjukkan pada orang atau sesuatu yang dikenai suatu perbuatan. Dengan kata lain, maf’ul bih = objek.

Misal : قـَرأ الطالبُ رسالةً (Qoro-a at-Tholibu risaalatan) = Siswa itu telah membaca surat.

Kata رسالةً (= surat) merupakan maf’ul bih, karena yang dibaca adalah surat, jadi surat itu sebagai objek (maf’ul bih).

4. Maf’ul Muthlaq ( المفعول المطلق)
Yaitu isim manshub yang merupakan isim mashdar yang disebutkan untuk menekankan perbuatan, atau menjelaskan jenis atau bilangannya.

Misal : حفظتُ الدرسَ حـِفظاً (hafizhtu ad darsa hifzhon) = Saya benar-benar menghafal pelajaran.

Kata حـِفظاً (penghafalan) merupakan maf’ul muthlaq, karena merupakan isim masdar yang berfungsi untuk menekankan perbuatan, bermakna “benar-benar menghafal”

5. Maf’ul Li ajlih ( المفعول لأجله)
Yaitu isim manshub yang disebutkan setelah fi’il untuk menjelaskan sebab terjadinya perbuatan (merupakan jawaban dari “mengapa” perbuatan itu terjadi)

Misal : حَضَرَ عليُّ إكراماً لِمحمدٍ (hadhoro ‘Aliyyun ikrooman li Muhammadin) = Ali hadir karena memuliakan Muhammad.

Kata إكراماً (penghormatan) merupakan maf’ul liajlih, karena menjelaskan sebab Ali hadir, yaitu karena memuliakan ( إكراماً) Muhammad.


6. Maf’ul Ma’ah ( المفعول معه)
Yaitu isim manshub yang disebutkan setelah wawu yang maknanya bersama untuk menunjukkan kebersamaan.

Misal : استيقظتُ و تغريدَ الطيور (istaiqozhtu wa tagriida at-Thuyuuri) = Saya bangun bersamaan dengan kicauan burung-burung.

Kata تغريدَ (=kicauan) merupakan maf’ul ma’ah, karena didahului oleh huruf wawu ma’iyah, yang bermakna kebersamaan.

7. Maf’ul Fih ( المفعول فيه)
Yaitu isim manshub yang disebutkan untuk menjelaskan zaman (waktu) atau tempat terjadinya suatu perbuatan (merupakan jawaban dari “kapan” atau “dimana” perbuatan tersebut terjadi).

Misal : سافرتْ الطائرةُ ليلا (saafarot at-thooirotu lailan) = Pesawat itu mengudara di malam hari.

Kata ليلا (= malam hari) merupakan maf’ul fih, karena menjelaskan zaman (waktu).


8. Haal (الحال)
Yaitu isim nakiroh lagi manshub yang menjelaskan keadaan fa’il atau keadaan maf’ul bih ketika terjadinya suatu perbuatan (merupakan jawaban dari “bagaimana” terjadinya perbuatan tersebut)

Misal : جاء الولد باكيا (jaa-a al waladu baakiyan) = Anak itu datang dalam keadaan menangis.

Kata باكيا (=menangis) merupakan haal, karena menjelaskan keadaan subjek.

9. Mustatsna (المستثنى)
Yaitu isim manshub yang terletak setelah salah satu diantara alat-alat istitsna untuk menyelisihi hokum sebelumnya. Dengan kata lain, mustatsna = pengecualian.

Misal : حَضَرَ الطلابُ إلا زيداً (hadhoro at-Thulaabu illa Zaidan) = para siswa hadir kecuali Zaid

Kata زيداً (= Zaid) merupakan mustatsna, karena didahului oleh إلا (=kecuali) yang merupakan alat istitsna.

10. Munada’ (المنادى)
Yaitu isim yang terletak setelah salah satu diantara alat-alat nida’ (kata panggil).

Misal : يا رجلا (yaa rojulan) = Wahai seorang lelaki!

Kata رجلا (= seorang lelaki) merupakan munada’, karena didahului oleh يا (= wahai) yang merupakan salah satu alat nida’.

11. Tamyiiz (التمييز)
Yaitu isim nakiroh lagi mansub yang disebutkan untuk menjelaskan maksud dari kalimat sebelumnya yang rancu.

Misal : اشتريتُ عشرين كتابا (Istaroitu ‘Isyriina kitaaban) = Saya membeli dua puluh buku.

Kata كتابا (= buku) merupakan tamyiiz, karena buku tersebut menjelaskan ”dua puluh”, jikalau tidak ada kata “buku”, maka kalimat menjadi tidak jelas, “Saya membeli dua puluh”.



Isim-isim yang majrur

Suatu isim menjadi majrur dalam 2 keadaan:

1. Di dahului oleh huruf jar (سبقه حرف جر)

Misal : خرجتُ من المنزلِ (khorojtu minal manzili) = Saya keluar dari rumah.

Kata المنزلِ (= rumah) merupakan isim majrur, karena didahului oleh مِن (min = dari) yang merupakan huruf jar.

2. Mudhof Ilaih (مضاف إليه)
Yaitu isim yang disandarkan ke isim sebelumnya.

Misal : اشتريتُ خاَتِمَ حديدٍ (Isytaroitu khotima hadiidin) = Saya membeli cincin besi.

Kata حديدٍ (= besi) merupakan mudhof ilaih, karena disandarkan kepada خاَتِمَ (= cincin) yang maknanya cincin yang terbuat dari besi.


Tambahan

Selain keadaan-keadaan tersebut, ada satu keadaan yang dapat menyebabkan suatu isim menjadi marfu’, atau manshub, atau majrur, tergantung kata sebelumnya, jika kata sebelumnya marfu’ maka isim tersebut menjadi marfu’, jika manshub maka manshub, dan jika majrur maka majrur. Keadaan tersebut dinamakan Taabi’ (تابع).

Misal :
جاء رجلٌ كريمٌ (jaa-a rojulun kariimun) = Telah datang seorang lelaki yang mulia

رأئتُ رجلاً كريماً (ra-aitu rojulan kariiman) = Saya melihat seorang lelaki yang mulia

مررُ برجلِ كريمٍ (marortu bi rajulin kariimin) = Saya berpapasan dengan seorang lelaki yang mulia.

Perhatikan setiap kata كريم (kariim) pada tiga kalimat di atas, i'robnya sesuai dengan kata sebelumnya.
Pada kalimat pertama i'robnya rofa' karena sebelumnya (yaitu رجلٌ ) ber-i'rob rofa'.
Pada kalimat kedua, i'robnya nashob' karena sebelumnya (yaitu رجلاً) ber-i'rob nashob.
Demikian juga pada kalimat ketiga, i'robnya jar karena sebelumnya (yaitu رجلِ ) ber-i'rob jar.

Taabi’ (تابع) ini dibagi menjadi empat jenis, yaitu na’at (النعت), athof (العطف), taukid (التوكيد), dan badal (البدل).
Pada tiga contoh kalimat di atas, termasuk jenis na'at.

Semua keadaan-keadaan di atas akan dijelaskan secara detail pada kesempatan mendatang, insyaAllah.
(selesai)

contoh pembuatan outline,dan judul

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai mahasiswa memang kita dituntut professional dalam menjalani masa studi dan dalam mengerjakan tugas – tugas yang diberikan oleh bapak / ibu dosen baik berupa makalah ataupun karya ilmiah, disini kita ingin menjelelaskan lebih jauh tentang Pemilihan judul, Outline, dan tinjauan pustaka, yang banyak kurang dimengerti oleh sebagian mahasiswa.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui lebih dalam tentang Pemilihan Judul, outline, dan Tinjauan Pustaka
2. Sebagai bahan diskusi mata kuliah Bahasa Indonesia
3. Sebagai Pemenuhan tugas makalah mata kuliah Bahasa Indonesia
4. Diharapkan pembaca dapat menerapkannya dalam pembuatan karya ilmiah.
1.3 Metode Penulisan
Penulisan menggunakan metode kepustakaan .
1.4 Studi Pustaka
Dalam metode ini penyusun membaca sebuah buku dan beberapa Website, Blog yang berkaitan dengan penulisan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Judul/Penemuan Judul Karya Ilmiah
Judul adalah suatu kalimat singkat dan padat yang menggambarkan isi suatu ulasan/karya ilmiah.
Cara Pemilihan Judul Karya Ilmiah
a. Singkat, jelas dan berbobot: Usahakan jumlahnya tidak lebih dari 25 kata. Judul penelitian harus singkat karena menggambar efektivitas dan efisiensi. Judul jangan terlalu panjang karena membingungkan, dan membuat orang berfikir panjang tentang apa fokus penelitiannya.
b. Harus sesuai dengan topik penelitian: Judul yang baik harus merupakan perwujudan dari topik penelitian. Pembaca akan dapat mengetahui atau membayangkan isi dari penelitian, teori yang digunakan, metodologi yang dipakai.
Misalnya judul “Pengaruh Nitrogen Terhadap Pertumbuhan Padi Pada Musim Kemarau di Jombang Jawa Timur”
1) “Pengaruh a terhadap b” kata pengaruh menunjukkan metode yang digunakan adalah regresi sederhana atau korelasi sederhana, dengan tambahan pembahasan misalnya deskriptif demografik responden, deskriptif jawaban responden, grafik dan lain-lain.
2) “Pengaruh Nitrogen Terhadap Pertumbuhan Padi Pada Musim Kemarau” menunjukkan dua variabel yang diteliti yaitu “Pengaruh Nitrogen Terhadap Pertumbuhan Padi” (Variabel X, independen variabel) dan “Pada Musim Kemarau” (Variabel Y, dependen variabel)
3) “Di Jombang Jawa Timur” menunjukkan studi kasus yang diteliti, dibatasi hanya terjadi di Jombang Jawa Timur.
Cara menulis judul adalah dengan menentukan kerangka karangan dengan pembatasan topik. Contoh:
Topik : Tumbuhan
Masalah apa : Pertumbuhan
Mengapa : Perbedaan kecepatan pertumbuhan
Dimana : Jombang Jawa Timur
Waktu : Tiga bulan (sekali panen)
Kajian : Praktis
Penentuan judul tersebut, dengan metode penelitian kuantitatif yang mengarah pada pengambilan kesimpulan yang menggerucut (deduktif).
c. Tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku: Judul penelitian berbeda dengan judul-judul koran atau headline suatu majalah yang begitu bombastis dan provokatif agar laku dijual. Judul juga tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku seperti norma agama, sosial, budaya, dan etika, misalnya adanya unsur penghinaan terhadap kelompok, agama atau Nabi tertentu. Judul yang mengandung kata yang tidak sopan juga dilarang.
d. Tidak menimbulkan interpretasi ganda: Misalnya judul “Analisis kultur budaya dan pengaruhnya terhadap kecenderungan terjadinya pengangguran di daerah X”. judul ini banyak menimbulkan prasangka, apakah yang dimaksud pengangguran adalah unemployment (tidak bekerja) atau underemployment (kadang bekerja, kadang tidak)?
e. Tidak provokatif: Judul penelitian haruslah netral dan hanya merupakan dugaan, yang kemudian diteliti dengan menjunjung tinggi nilai ilmiah yang tinggi dan tidak memihak atau mengarahkan pembaca.
f. Bukan merupakan kalimat tanya: Bila menggunakan kalimat tanya ini adalah judul yang tidak lazim, sangat jarang ditemui karena ini dapat menggambar keraguan dari peneliti. Misalnya Judul “Analisis pengaruh cover majalah terhadap minat baca?” perhatikan tanda tanya menunjukkan keraguan
(Sumber: Usman Rianse dan Abdi. Metodologi Penelitian sosial dan ekonomi (2008:44), diolah)
2. Outline (Kerangka Karangan)
Pengertian Outline
Outline sering disebut kerangka karangan. Ia merupakan rencana kerja besar keseluruhan. Belum lagi seorang pengarang dapat mulai menulis kalau outline belum siap meskipun topik dan pokok pikirannya telah tersedia. Itu kalau menghendaki karangan yang rapi dan lancar.
Untuk menyusun karangan panjang, seperti esai atau buku, terasa sekali perlunya disiapkan outline yang berbentuk pembagian bab-bab dan pasal-pasal. Tetapi untuk menyusun karangan pendek, semacam makalah atau artikel untuk surat kabar, outlinenya mungkin hanya berbentuk susunan butir-butir penting belaka, tidak berbentuk pembagian bab-bab dan pasal-pasal yang begitu terinci.
Pada prinsipnya sebuah karangan pendek atau panjang boleh-boleh saja di susun tanpa mengindakan outline. Outline hanya sekedar teknik atau alat belaka. Teknik dan alat untuk memudahkan dan melancarkan karangan. Makin cermat dan makin mendetail ouline disusun, makin baik bagi karangannya. Sebuah bangunan yang kokoh dan elok biasanya terlahir dari perencanaan yang cermat dan matang. Begitu pula sebuah karangan yang bernilai, tentu terlahir dengan outline dengan detail yang dirancang secara cermat dan matang.
Tipe Susunan Outline
Ada beberapa tipe susunan outline yang pengarang boleh memilih salah satu yang dirasanya cukup bagus dan tepat bagi karangannya. Ada beberapa tipe yang lazim dipergunakan, yaitu:
1. Berdasarkan urutan kronologis
Susunan outline di atur menurut susunan waktu kejadian (kronologis) peristiwa yang hendak diuraikan.
2. Berdasarkan urutan lokal
Susunan outline diatur menurut susunan lokal (ruang/tempat) dari pada objek yang hendak diuraikan
3. Berdasarkan urutan klimaks
Susunan outline diatur menurut jenjang kepentingan, dimulai dari jenjang kepentingan terendah menuju kepada kepentingan yang paling tinggi
4. Berdasarkan urutan familiaritas
Susunan outline diatur menurut dikenal tidaknya bahan yang akan diuraikan. Dimulai dari sesuatu yang dikenal, kemudian berangsur-angsur pindah kepada sesuatu yang belum dikenal yang belum di ketahui pembaca.
5. Berdasarkan urutan ekspebilitas
Susunan outline diatur menurut diterima tidaknya prinsip yang dikemukakan. Dimulai dari mengemukakan hal-hal yang dapat diterima pembaca, kemudian menuju hal-hal yang dapat diterima pembaca, kemudian menuju kepada gagasan yang mungkin ditolak.
6. Berdasarkan urutan kausal
Susunan outline diatur menurut hubungan kausal. Dapat dimulai dengan mengemukakan sebuah sebab, untuk kemudian uraian akan menelusuri akibat-akibat yang mungkin ditimbulkannya, dapat pula sebaliknya, dimulai dengan menguraikan beberapa akibat atau beberapa keadaan, lalu kemudian bertanya, kenapa hal itu terjadi, apa yang mengakibatkannya.
7. Berdasarkan urutan logis
Susunan outline diatur menurut aspek-aspek umum dan aspek khusus, misalnya, di mulai memperkenalkan kelompok-kelompok yang paling umum, baru kemudian membicarakan kelompok-kelompok yang khusus, yang merupakan bagian dari kelompok umum tadi. Atau sebaliknya.
8. Berdasarkan urutan apresiatif
Susunan outline diatur menurut pilihan buruk-baik, untung-rugi, berguna-tidak berguna, benar-salah, dan seterusnya.
Proses Pembuatan Outline
Secara sederhana, proses penyusunan outline umumnya melewati tahapan-tahapan berikut:
Tahap pertama, mencatat di atas sebuah kertas segala gagasan yang timbul dari pikiran, atau dikumpulkan dari sumber-sumber (tertulis atau lisan), yang ada hubungannya dengan topik yang ditentukan dan pokok pikiran yang dirumuskan. Semua gagasan ditulis tanpa perlu disusun dalam suatu sistem atau berurutan yang teratur.
Tahap kedua, setelah dirasakan seluruh gagasan sudah ditulis, maka mulailah gagasan-gagasan itu diatur, diorganisasikan dan disistematisasikan. Hal-hal yang saling berhubungan dan termasuk dalam satu grup. Di kelompokkan menjadi satu. Dalam tahap mengatur, mengorganisasikan dan mensistematisasikan ini harus senantiasa diperhatikan agar gagasan yang tidak cocok dengan pokok pikiran, dicoret atau dibuang.
Tahap ketiga, menguji sekali lagi gagasan-gagasan yang telah dikelompokkan dalam bab-bab dan pasal-pasal tadi.
Tahap keempat, membuat outline yang lengkap dan terinci yang sudah bebas dari coret-coretan dan penyempurnaan-penyempurnaan. Dalam tahap ini juga dicantumkan pokok pikiran yang mendasari outline tersebut.
Begitulah kira-kira tahapan proses penyusunan outline, suatu outline yang sempurna, yang telah dikaji kembali secara kritis, akan sangat menguntungkan bagi karangan yang akan dibikin.
Outline Yang Baik
Yang perlu diperhatikan untuk menghasilkan outline yang baik adalah beberapa hal berikut ini:
1. Outline harus mengandung pokok-pokok yang cukup mendetail. Semakin mendetail, semakin banyak menolong dalam uraian nanti, sebaliknya outline yang tidak cukup mendetail akan kurang banyak membantu uraian.
2. Outline harus disusun secara cermat dan logis. Setiap bagian memerlukan pembaharuan lebih lanjut (subdivision) yang bersifat menganalisis secara cermat dan logis.
3. Dalam outline yang baik, pokok-pokok yang sejajar harus diberi nomor atau huruf yang sejenis.
3. Tinjauan Pustaka
Pengertian Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka mempunyai arti: peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related literature). Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka (laporan penelitian, dan sebagainya) tentang masalah yang berkaitan tidak selalu harus tepat identik dengan bidang permasalahan yang dihadapi termasuk pula yang seiring dan berkaitan (collateral). Fungsi peninjauan kembali pustaka yang berkaitan merupakan hal yang mendasar dalam penelitian, seperti dinyatakan Leedy (1997) bahwa semakin banyak seorang peneliti mengetahui, mengenal, dan memahami tentang penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (yang berkaitan erat dengan topik penelitiannya), semakin dapat dipertanggung jawabkan caranya meneliti permasalahan yang dihadapi, walaupun demikian, sebagian penulis (usulan penelitian atau karya tulis) menganggap tinjauan pustaka merupakan bagian yang tidak penting sehingga ditulis “asal ada” saja atau bukan untuk sekedar membuktikan bahwa penelitian (yang diusulkan) belum pernah dilakukan sebelumnya. Pembuktian keaslian penelitian tersebut sebenarnya hanyalah salah satu dari beberapa kegunaan tinjauan pustaka. Kelemahan lain yang sering pula dijumpai adalah dalam penyusunan, penstrukturan atau pengorganisasian tinjauan pustaka. Banyak penulisan tinjauan pustaka yang mirip resensi buku (dibahas buku per buku, tanpa ada kaitan yang bersistem) atau mirip daftar pustaka (hanya menyebutkan siapa penulisnya dan di pustaka mana ditulis, tanpa membahas apa yang ditulis) berdasarkan kelemahan-kelemahan yang sering dijumpai di atas, tulisan ini berusaha untuk memberikan kesegaran pengetahuan tentang cara-cara penulisan tinjauan pustaka yang lazim dilakukan.
Kegunaan Tinjauan Pustaka
a. Kegunaan tinjauan pustaka menurut Leedy (1997:hal. 71) menerangkan bahwa suatu tinjauan pustaka mempunyai kegunaan untuk:
1) Mengungkapkan penelitian-penelitian yang serupa dengan penelitian yang (akan) kita lakukan; dalam hal ini, diperlihatkan pula cara penelitian-penelitian tersebut menjawab permasalahan dan merancang metode penelitiannya.
2) Membantu memberi gambaran tentang metode dan teknik yang dipakai dalam penelitian yang mempunyai permasalahan serupa atau mirip penelitian yang kita hadapi.
3) Mengungkapkan sumber-sumber data (atau judul-judul pustaka yang berkaitan) yang mungkin belum kita ketahui sebelumnya.
4) Mengenal peneliti-peneliti yang karyanya penting dalam permasalahan yang kita hadapi (yang mungkin dapat dijadikan nara sumber atau dapat ditelusuri karya-karya tulisnya yang lain yang mungkin terkait.
5) Memperlihatkan kedudukan penelitian yang (akan) kita lakukan dalam sejarah perkembangan dan konteks ilmu pengetahuan atau teori tempat penelitian ini berada.
6) Mengungkapkan ide-ide dan pendekatan-pendekatan yang mungkin belum kita kenal sebelumnya
7) Membuktikan keaslian penelitian (bahwa penelitian yang kita lakukan berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya)
8) Mampu menambah percaya diri kita pada topik yang kita pilih karena telah ada pihak-pihak lain yang sebelumnya juga tertarik pada topik tersebut dan mereka telah mencurahkan tenaga, waktu dan biaya untuk meneliti topik tersebut.
b. Kegunaan tinjauan pustaka menurut Castetter dan Heisler (1984, hal. 38-43) menerangkan bahwa tinjauan pustaka mempunyai enam kegunaan yaitu:
1. Mengkaji sejarah permasalahan
2. Membantu pemilihan prosedur penelitian
3. Mendalami landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan
4. Mengkaji kelebihan dan kekurangan hasil penelitian terdahulu
5. Menghindari duplikasi penelitian
6. Menunjang perumusan masalah
karena penjelasan Castetter dan Heisler di atas lebih jelas maka pembahasan lebih lanjut tentang kegunaan tinjauan pustaka dalam tulisan ini mengacu pada penjelasan mereka. Satu persatu kegunaan (yang saling kait mengkait) tersebut dibahas dalam bagian berikut ini:
1. Mengkaji sejarah permasalahan, sejarah permasalahan meliputi perkembangan permasalahan dan perkembangan penelitian atas permasalahan tersebut. Pengkajian terhadap perkembangan permasalahan secara kronologis sejak permasalahan tersebut timbul sampai pada keadaan yang dilihat kini akan memberi gambaran yang lebih jelas tentang perkembangan materi permasalahan (tinjauan dari waktu ke waktu; berkurang atau bertambah parah; apa penyebabnya). Mungkin saja, tinjauan seperti ini mirip dengan bagian “latar belakang permasalahan” yang biasanya ditulis di bagian depan suatu ulasan penelitian. Bedanya: dalam tinjauan pustaka, kajian selalu mengacu pada pustaka yang ada. Pengkajian kronologis atas penelitian-penelitian yang pernah dilakukan atas permasalahan yang akan membantu memberi gambaran tentang apa yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain dalam permasalahan tersebut. Gambaran bermanfaat tentang pendekatan yang dipakai dan hasil yang didapat.
2. Membantu pemilihan prosedur penelitian, dalam merancang prosedur penelitian (research design), banyak untungnya untuk mengkaji prosedur-prosedur (atau pendekatan) yang pernah dipakai oleh peneliti-peneliti terdahulu dalam meneliti permasalahan-permasalahan yang hampir serupa. Pengkajian meliputi kelebihan dan kelemahan prosedur-prosedur yang dipakai dalam menjawab permasalahan. Dengan mengetahui kelebihan dan kelemahan prosedur-prosedur tersebut, kemudian dapat dipilih, diadakan penyesuaian dan dirancang suatu prosedur yang cocok untuk penelitian yang dihadapi.
3. Mendalami landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan, salah satu karakteristik penelitian adalah kegiatan yang dilakukan haruslah berada pada konteks ilmu pengetahuan atau teori yang ada. Pengkajian pustaka, dalam hal ini, akan berguna bagi pendalaman pengetahuan seutuhnya (unified explanation) tentang teori atau bidang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan. Pengenalan teori-teori yang tercakup dalam bidang atau area permasalahan diperlukan untuk merumuskan landasan teori sebagai basis perumusan hipotesa atau keterangan empiris yang diharapkan.
4. Mengkaji kelebihan dan kekurangan hasil penelitian terdahulu, di bagian awal tulisan ini disebutkan bahwa kegunaan tinjauan pustaka yang dikenal umum adalah untuk membuktikan bahwa penelitian (yang diusulkan) belum pernah dilakukan sebelumnya. Pembuktian keaslian penelitian ini bersumber pada pengkajian terhadap penelitian-penelitian yang pernah dilakukan. Bukti yang dicari bisa saja berupa kenyataan bahwa belum pernah ada penelitian yang dilakukan dalam permasalahan itu, atau hasil penelitian yang pernah ada belum mantap atau masih mengandung kesalahan atau kekurangan dalam beberapa hal dan perlu diulangi atau dilengkapi. Dalam penelitian yang akan dihadapi sering diperlukan pengacuan terhadap prosedur dan hasil penelitian yang pernah ada. Kehati-hatian perlu ada dalam pengacuan tersebut. Suatu penelitian mempunyai lingkup keterbatasan serta kelebihan dan kekurangan. Evaluasi yang tajam terhadap kelebihan dan kelemahan tersebut akan berguna terutama dalam memahami tingkat kepercayaan (level of significance) hal-hal yang diacu. Perlu dikaji dalam penelitian yang dievaluasi apakah temuan dan kesimpulan berada di luar lingkup penelitian atau temuan tersebut mempunyai dasar yang sangat lemah. Evaluasi ini menghasilkan penggolongan pustaka ke dalam dua kelompok:
1) Kelompok pustaka utama (significant literature)
2) Kelompok pustaka penunjang (Collateral literature)
5. Menghindari duplikasi penelitian, kegunaan ini agar tidak terjadi duplikasi penelitian, sangat jelas maksudnya. Masalahnya, tidak semua hasil penelitian dilaporkan secara luas. Dengan demikian, publikasi atau seminar atau jaringan informasi tentang hasil-hasil penelitian sangat penting, dalam hal ini, peneliti perlu mengetahui sumber-sumber informasi pustaka dan mempunyai hubungan (access) dengan sumber-sumber tersebut. Tinjauan pustaka, berkaitan dengan hal ini, berguna untuk membeberkan seluruh pengetahuan yang ada sampai saat ini berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi (sehingga dapat menyakinkan bahwa tidak terjadi duplikasi)
6. Menunjang perumusan masalah, kegunaan yang keenam dan taktis ini berkaitan dengan perumusan permasalahan. Pengkajian pustaka yang meluas (tapi tajam), komperehensif dan bersistem, pada akhirnya harus diakhiri dengan suatu kesimpukan yang memuat permasalahan apa yang tersisa, yang memerlukan penelitian; yang membedakan penelitian yang diusulkan dengan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Dalam kesimpulan tersebut, rumusan permasalahan ditunjang kemantapannya (justified). Pada beberapa formulir usulan penelitian (seperti misalnya pada formulir usulan penelitian DPP FT UGM), bagian kesimpulan ini sengaja dipisahkan tersendiri (agar lebih jelas menonjol) dan ditempatkan sesudah tinjauan pustaka seperti diberi judul “keasilan penelitian”.
Contoh Permasalahan Dalam Tinjauan Pustaka
Organisasi tinjauan pustaka seperti telah dijelaskan di atas, banyak dijumpai kelemahan dalam penulisan tinjauan pustaka dilihat dari cara menyusun atau mengorganisasi materinya. Organisasinya yang lemah ditunjukkan oleh tidak adanya sistem (keterkaitan) yang jelas ditampilkan dalam tinjauan pustaka tersebut. Berkaitan dengan persyaratan untuk bersistem tersebut, dalam formulir usulan penelitian DPP FT UGM telah ditulis dengan jelas, sebagai berikut: “Tinjauan Pustaka (Buatlah suatu uraian yang baik, luas dan bersistem mengenai penelitian-penelitian yang sudah pernah diadakan dan yang mempunyai kaitan dengan penelitian yang diusulkan ini…)”. Dalam hal organisasi tinjauan pustaka, Castetter dan Heisler (1984, hal. 43-45) menyarankan tentang bagian-bagian tinjauan pustaka yang meliputi:
1. Pendahuluan
2. Pembahasan, dan
3. Kesimpulan
Dalam bagian pendahuluan, bisanya ditunjukkan peninjauan atau kriteria penetapan pustaka yang akan ditinjau (dapat diungkapkan dengan sederetan pertanyaan keingin tahu). Pada bagian pendahuluan ini pula dijelaskan organisasi tinjauan pustaka, yaitu pengelompokan secara sistematis dengan menggunakan judul dan sub-judul pembahasan; umumnya, pengelompokan didasarkan pada topik; cara lain, berdasarkan periode (waktu, kronologis). Contoh “bagian pendahuluan” dari suatu tinjauan pustaka sebagai berikut:- contoh I: Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi lima kelompok bahasan. Pembahasan pertama merupakan tinjauan singkat tentang sistem permodalan transportasi kota, sebagai pengantar atau pengenalan tentang penyebaran beban lalu lintas ke ruas-ruas jalan. Pembahasan kedua berkaitan dengan pengetahuan penyebaran beban lalulintas ke ruas-ruas jalan (trip assignment) itu sendiri, dan pembahasan ketiga menyangkut tinjauan kronologis pengembangan paket-paket program komputer untuk perhitungan sebaran beban lalulintas. Pembahasan keempat bersangkut paut dengan kritik terhadap paket-paket komputer dalam bidang sistem permodalan transportasi kota yang ada; sedangkan pembahasan kelima memfokuskan pada interaksi (dialog) antara program komputer dan pemakai (Sumber: Djunaedi, 1988)
Contoh 2: …tinjauan pustaka ini dirancang untuk menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1) Seperti apakah proses perencanaan kota komperehensif itu?.
2) Bagian mana saja dari proses tersebut yang terstruktur dan bagain mana saja yang tidak terstruktur?
3) Sejauh mana bagian-bagian proses tersebut sampai saat ini telah terkomputerkan?
4) Siapa saja atau pihak mana yang terlibat dalam proses perencanaan tersebut?
5) Seperti apakah produk akhir dari proses perencanaan tersebut? (Sumber: Djunaedi, 1996, hal. 9)
Bagian kedua, pembahasan disusun sesuai organisasi yang telah ditetapkan dalam bagian pendahuluan. Pembahasan pustaka perlu dipertimbangkan keterbatasan bahwa tidak mungkin (tepatnya: tidak perlu) semua pustaka dibahas dengan kerincian yang sama; ada pustaka yang lebih penting dan perlu dibahas lebih rinci daripada pustaka lainnya. Dalam hal kemiripan isi, perincian dapat diterapkan pada salah satu pustaka: sedangkan pustaka lainnya cukup disebutkan saja tapi tidak dirinci. Misal: Komponen sistem penunjang pembuatan keputusan, seperti dijelaskan oleh Mitta (1986), meliputi empat modul: pengendali, penyimpan data, pengolah data dan pembuat model. Penjelasan serupa diberikan pula oleh Sprague dan Carlson (1982), dan Bonczek et.atl (1981). Sebagai peninjauan yang bersistem, disamping menuruti organisasi anggota telah ditetapkan, dalam pembahasan secara rinci perlu ditunjukkan keterkaitan satu pustaka dengan pustaka yang lainnya. Bukan hanya menyebut “Si A menjelaskan bahwa….Si B menerangkan……Si Z memerinci…..”, tapi perlu dijelaskan keterkaitannya, misal “Si B menerangkan bahwa….sebaliknya si G membantah hal tersebut dan menyatakan bahwa….bantahan serupa muncul dari berbagai pihak, misalnya diungkapkan oleh si W, si S dan si Y. ketiga penulis terakhir ini bahwa menyatakan bahwa…. Tinjauan pustaka diakhiri dengan kesimpulan atau ringkasan yang menjelaskan tentang “apa arti semua tinjauan pustaka tersebut (what does it all mean?)” secara rinci, kesimpulan atau ringkasan tersebut hendaknya memuat jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut ini, tentang:
a) Status saat ini, mengenai pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti (apakah permasalahan sebenarnya telah tuntas terjawab?)
b) Penelitian-penelitian terdahulu yang dengan permasalahan yang dihadapi (adalah sesuatu dan apalah yang dapat dimanfaatkan?)
c) Kualitas penelitian-penelitian yang dikaji (mantap atau hanya dapat dipercayai sebagian saja?)
d) Kedudukan dan peran penelitian yang diusulkan dalam konteks ilmu pengetahuan yang ada.
Contoh bagian ringkasan dari tinjauan pustaka: isi tinjauan pustaka di atas dapat diringkas sebagai berikut:
1) Telah tersedia pengetahuan tentang teknik penghitungan sebaran beban lalulintas ke ruas-ruas jalan
2) Teknik tersebut telah diwujudkan dalam suatu bagian dari program komputer berskala besar sampai menengah, yang dijalankan dengan komputer besar (main-frame)
3) Dibutuhkan penerapan teknik tersebut pada komputer mikro meningat komputer mikro telah tersebar luas ke Indonesia
4) Untuk pembuatan program simulator ini perlu dipertimbangkan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan menyangkut interaksi (dialog) antara program komputer dan pemakai yang bukan pemrogram, terutama dalam bentuk dialog, keterlibatan pemakai, dan keterbatasan waktu dalam diri pemakai (Sumber: Djunaedi, 1988)
Kaitan Tinjauan pustaka dengan daftar pustaka
Di bagian awal tulisan ini telah disebutkan bahwa sering terdapat penulisan tinjauan pustaka yang mirip daftar pustaka, misal: “Tentang hal A dibahas oleh si H dalam buku….., si B dalam buku….; sedangkan tentang hal J diterangkan oleh si P dalam buku….
….”peninjauan seperti ini biasanya tidak menyebutkan apa yang dijelaskan oleh masing-masing pustaka secara rinci (hanya menyebutkan siapa dan dimana ditulis). Penyebutan judul buku, yang seringkali tidak hanya sekali, tidak efisien dan menyaingi tugas daftar pustaka. Dalam tulisan ini, cara peninjauan seperti itu tidakdisarankan. Pengacuan pustaka dalam tinjauan pustaka dapat dilakukan dengan cara yang bermacam-macam, antara lain: penulisan catatan kaki, dan penulisan nama pengarang dan tahun saja. Setiap cara mempunyai kelebihan dan kekurangan; tapi peninjauan tentang kelebihan dan kekurangan tersebut di luar lingkup tulisan ini. Dalam tulisan ini hanya akan dibahas pemakaian cara penulisan nama akhir pengarang dan tahun penerbitan (dan sering ditambah dengan nomor halaman). Misal: Dalam hal organisasi tinjauan pustaka, Castetter dan Heisler (1984, hal. 43-45) menyarankan tentang bagian-bagian tinjauan pustaka, yang meliputi:
1) Pendahuluan
2) Pembahasan, dan
3) Kesimpulan
Pengacuan cara di atas mempunyai kaitan sera dengan cara penulisan daftar pustaka. Penulisan daftar pustaka umumnya tersusun menurut abjad nama akhir penulis; dengan format: nama penulis, tahun penerbitan dan sebagainya. Susunan dan format daftar pustaka tersebut memudahkan untuk membaca informasi yang lengkap tentang yang diacu dalam tinjauan pustaka. Misal, dalam tinjauan pustaka “…..Mittra (1986)”.
Dalam daftar pustaka tertulis: Mittra, S.S., 1996, Decision Support System: Tools and Techniques, John Wiley & Sons, New York, N.Y. Sering terjadi, seorang penulis (usulan penelitian atau karya tulis) ingin menunjukkan bahwa bahan bacaannya banyak; meskipun tidak dibahas dan tidak diacu dalam tulisannya, semuanya ditulis dalam daftar pustaka. Maksud yang baik ini sebaiknya ditunjukkan dengan membahas dan mengemukakan secara jelas (menurut aturan pengacuan) apa yang diacu dari pustaka-pustaka tersebut dalam tulisannya. Tentunya hal yang sebaliknya, yaitu menyebut nama pengarang yang diacu dalam tinjauan pustaka tanpa menuliskannya dalam daftar pustaka (karena lupa) tidak perlu terjadi. Berikut ini salah satu petunjuk tentang penulisan nama untuk pengacuan dalam tinjauan pustaka (dan daftar pustaka)-dikutip dari petunjuk yang dikeluarkan oleh Program Pascasarjana UGM(1997: 16-17):
Penulisan Nama penulisan nama mencakup nama penulis yang diacu dalam uraian, daftar pustaka, nama yang lebih dari dua suku kata, nama dengan garis penghubung, nama yang diikuti dengan singkatan, dan derajat kesarjanaan.
1. Nama penulis yang diacu dalam uraian
Penulis yang ditulisnya diacu dalam uraian hanya disebutkan nama akhirnya saja, dan kalau lebih dari 2 orang, hanya nama akhir penulis pertama yang dicantumkan diikuti dengan dkk atau et.al:
a. Menurut Calvin (1978)…..
b. Pirolisis ampas tebu (Othmer dan Fernstrom, 1943) menghasilkan….
c. Bensin dapat dibuat dari metanol (Meisel dkk, 1976)
Yang membuat tulisan pada contoh (c) berjumlah 4 orang, yaitu Meisel, S.L.,Cullough, J.P., Leckthaler, C.H. dan Weizz, PB.
2. Nama penulis dalam daftar pustaka
Dalam daftar pustaka, semua penulis haus dicantumkan namanya dan tidak boleh hanya penulis ditambah dkk atau et.al saja. Contoh Meisel, S.L.,Cullough, J.P., Leckthaler, C.H. dan Weizz, PB, 1976… tidak boleh hanya: Meisel, S.L. dkk atau Meisel, S.L. et.al.
3. Nama Penulis lebih dari satu kata
Jika nama penulis terdiri dari 2 suku kata atau lebih, cara penulisannya ialah nama akhir diikuti dengan koma, singkatan nama depan, tengah, dan seterusnya, yang semuanya di beri titik, atau nama akhir diikuti dengan suku kata nama depan, tengaj, dan seterusnya. Contoh:
a. Sutan Takdir Alisyabhana ditulis: Alisyahbana S.T., atau Alisyahbana, Sutan Takdir
b. Donald Fitzgerald Othmer ditulis: Othmer, D.F.
4. Nama Dengan garis penghubung
Kalau nama penulis dari sumber aslinya ditulis dengan garis penghubung diantara dua suku katanya, maka keduanya dianggap sebagai satu kesatuan. Contoh Sulastin-Sutrisno ditulis Sulastin – Sutrisno.
5. Nama yang diikuti dengan singkatan
Nama yang diikuti dengan singkatan, dianggap bahwa singkatan itu menjadi satu dengan suku kata yang ada di depannya, contoh:
a. Mawardi A.l. ditulis: Mawardi A.l
b. William D. Ross Jr. ditulis: Ross Jr., W.D
6. Derajat kesarjanaan
Derajat kesarjanaan tidak boleh dicantumkan. Di bawah ini adalah salah satu contoh format daftar pustaka-dikutip dari petunjuknya dikeluarkan oleh Program Pascara Sarjana UGM (1997: hal. 26):
a. Anderson, T.F. 1951. Techniques for the Preservation of Three Dimensional Structure in Preparing Specimen for the Electron Microscope. Trans N.Y. Acad. Sci. 13: 130-134.
b. Andrew, Jr., H.N. 1961. Studies in Paleabotany. John Wiley & Sons, Inc., New York. Berlyn
c. G.P. and J.P. Miksche.1976. Botanical Micro Technique and Cytochemistry. The Lowa State University Press, Ames. Lowa.
d. Bhojwani, S.S. and S.P. Bhatnagar, 1981. The Embryology of Angiosperms. Vikas Publishing House PVT Ltd., New Delhi.
e. Cronquist, A. 1973. Basic Botany. Warper & Row Publisher, New York.
f. Cutler, D.F., 1978 Applied Plant Anatomy. Longman, London.
g. Dawes. C.J. 1971. Biological Techniques in Electron Microscopy. Barnes & Noble, Inc., New York.
h. DV Praw, E.J. 1972. The Bioscience: Cell dan Molecular Biology. Cell and Molescular Biology Council, Standford, California.
i. Bohlin, P. 1968. Use of The Scanning Reflection Electron Microscope in the Study of Plant and Microbial Material. J. Roy. Microscop. Soc. 88:407-418
j. Erdtman, G. 1952. Pollen Morphology and Plant Taxonomy. Almquist & Wiksell, Stockholm- The Chronica Botanica Co., Waltham. Mass.
k. Esau, K. 1965. Plant Anatomy. John Willey & Sons.Inc., New York.
l. Esau, K. 1977. Anatomy of Seed Plant. John Wiley & Sons. New York.
m. Faegri, K. and J. Iversen. 1975. Texbook of Pollen Analysis. Hainer Press, New York.
Pencarian pustaka secara elektronis/online pada saat ini banyak informasi ilmiah yang tersedia untuk diakses secara elektronis atau on-line. Informasi ilmiah tersebut tersedia dalam media seperti CD-ROM (yang dibaca lewat komputer), pita rekaman suara, pita rekaman video, dan lewat internet. Leedy (1997, hal. 73) menjelaskan beberapa keuntungan mencari informasi ilmiah on-line yaitu antara lain: tersedia jutaan informasi dalam bentuk elektronis yang dipasarkan menduni, publikasi elektronis biasanya lebih baru karena prosesnya lebih cepat dari pada publikasi cetak, dan pencarian informasi berkecepatan tinggi (karena menggunakan komputer). Masalah yang saat ini dihadapi adalah beberapa institusi pendidikan belum mempunyai standar pengacuan bagi informasi ilmiah yang didapat dari sumber elektronis. Misal: seperti apa format sumber pustaka elektronos dari CD-ROM dan internet? Untuk mengisi kekosongan tersebut, dibawah ini dikutipkan format yang disarankan oleh Kenedy (1998; hal. 175-176): komponen dasar dari sitasi (pengacuan) pustaka adalah sebagai berikut: nama akhir pengarang, inisial. Tahun dikumpulkan dari media tersebut) contoh untuk situs FTP (File Transfer Protocol): Johnson,P.1994.tropical Indonesian Architecture ftp: // indoarch. Com /Pub /CCC94 / johnson – p (22 Apr 2000). Contoh untuk situs WWW (World Wide Web): Djunaedi, A. 2000. The History Of Indonesian Urban Planning, http://www.mkpd-ugm.ac.id/adj/riset99/(18april200)
BAB III
PENUTUP
Demikian makalah yang berjudul Pemilihan Judul.Tinjauan Pustaka, dan outline ini disusun semoga bermanfaatbagi kita semua.
1. Kesimpulan
Judul adalah kalimat singkat dan padat yang menggambarkan suatu ulasan / penelitian.
Tinjauan Pustaka mempunyai arti peninjauan kembali pustka – pustaka yang terkait, sedangakan Outline yaitu kerangka karangan yang merupakan rencana kerja secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Pateda, Mansoer dan Yenni P. Palubuhu. 1993. Bahasa Indonesia Sebagai Mata Kuliah Dasar Umum. Nusa Indah: Surabaya.
Penelitian Blogsome.com
http://IQ.wikipedia.org
www.indoskripsi.com/category/matakuliah/ttki
pelitaku.sabda.org/memahami-struktur-karya-ilmiah.
Budi.insan.co.id
Pemilihan Judul, Tinjauan Pustaka, Dan Outline
Makalah
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
”Bahasa indonesia”
Oleh:
1. Akhyat Hilmi ( D05209053)
2. Rufaidah Kusuma wati (D05209056)
3. Aisyah Akustia (D05209044)
4. Bustanul Arifin (D35209001)
Dosen pembibing:
Drs. M. Fahmi
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai pemenuhan tugas dan bahan diskusi mata kuliah Bahasa Indonesia ini tepat pada waktunya.
Makalah ini kani selesaikan tentunya tidak lepas dari bantuan dan dukunga dari berbagai pihak. Kami selaku penyusun makalah menyapaikan terima kasih pada yang terhormat :
1. Drs. M. Fahmi selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang kami susun ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surabaya, Desember 2009
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 1
1.3 Metode Penulisan 1
1.4 Studi Pustaka 1
BAB II PEMBAHASAN 2
1. Judul/Penemuan Judul Karya Ilmiah 2
2. Outline (Kerangka Karangan) 4
3. Tinjauan Pustaka 7
BAB III PENUTUP 19
1. Kesimpulan 19
DAFTAR PUSTAKA 20

Contoh pendahuluan

Contoh Pendahuluan Laporan

Pendahuluan laporan adalah uraian yang dibuat di awal laporan. Isi dari pendahuluan ini melingkupi beberapa aspek, yaitu latar belakang, rumusan  masalah dan tujuan, sasaran, dan lain-lain yang perlu ditambahkan.


Berikut ini contoh pendahuluan laporan.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Akhir-akhir ini dunia sastra mengalami kemunduran, terutama dari segi karya tulis menulis, misalnya buku. Banyak anak muda yang lebih menyukai berselancar di dunia maya daripada membaca buku. Karena itulah diperlukan kejelian dari para pengelola industri sastra agar dapat menarik minat mereka.

Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan membuat acara bazaar buku yang unik dan menarik. Acara ini bisa dilakukan secara berkala agar masyarakat semakin antusias.

Rumusan Masalah

1.    Apakah pentingnya menyukai sastra?
2.    Bagaimana cara membuat karya sastra?
3.    Siapa saja yang dapat membuat sebuah buku?

 Tujuan

1.    Menjelaskan pengertian sastra
2.    Memberikan kesempatan membuat buku
3.    Mengetahui manfaat karya sastra

Harapan

1    Banyak anak muda yang menyukai sastra
2.   Sastra akan semakin dicintai
3.   Dunia sastra menjadi makin kreatif dan berwarna
 
Berikut ini adalah contoh gambar pendahuluan laporan.



(mini/Carapedia)


Pencarian Terbaru (100)
Contoh pendahuluan laporan. Pendahuluan folio. Contoh pendahuluan folio. Contoh laporan pendahuluan. Pendahuluan laporan. Contoh pendahuluan dalam laporan. Contoh pendahuluan pada laporan.
Contoh pendahuluan untuk laporan. Pendahuluan laporan penelitian. Membuat pendahuluan. Contoh pendahuluan sebuah laporan. Contoh pendahuluan karya tulis ilmiah. Contoh pendahuluan laporan penelitian. Contoh isi pendahuluan.
Isi pendahuluan laporan. Contoh pendahuluan laporan kegiatan. Cara membuat pendahuluan laporan. Contoh pendahuluan laporan ilmiah. Pembukaan laporan. Contoh contoh pendahuluan. Cara pendahuluan.
Cara buat pendahuluan. Contoh pendahuluan sebuah proposal. Contoh prakata laporan. Cara membuat pendahuluan folio. Isi dari pendahuluan. Contoh latar belakang sebuah laporan. Pengertian laporan buku.
Pendahuluan sebuah laporan. Contoh latar belakang laporan kegiatan. Pendahuluan penelitian. Pendahuluan pada makalah. Contoh laporan buku. Contoh latar belakang laporan penelitian. Pendahuluan pada proposal.
Pengertian bazar. Contoh menulis pendahuluan. Pendahuluan laporan ilmiah. Contoh membuat laporan. Contoh pembuka laporan. Pendahuluan penelitian ilmiah. Latar belakang membuat pendahuluan.
Laporan pendahuluan. Pendahuluan pada laporan. Pendahuluan laporan pkl. Pendahuluan dalam laporan. Contoh isi laporan. Contoh membuat folio. Contoh pendahuluan pada buku.
Contoh cara buat pendahuluan di buku. Pendahuluan dalam membuat laporan. Pendahuluan proposal bazar. Contoh surat pendahuluan. Contoh pendahuluan laporan pkl. Contoh sebuah pendahuluan. Contoh membuat isi laporan.
Contoh contoh pendahuluan folio. Contoh pendahuluan dalam membuat laporan. Isi laporan pendahuluan. Pendahuluan sebuah laporan penelitian. Contoh pendahuluan kegiatan. Contoh pendahuluan dalam membuat proposal. Pendahuluan untuk laporan.
Contoh pembuatan pendahuluan dalam proposal. Contoh pendahuluan laporan akhir. Contoh pendahuluan proposal bazar. Cara membuat latar belakang pada laporan. Panduan membuat pendahuluan. Contoh latar belakang pembuatan event produk. Membuat laporan buku.
Contoh latar belakang untuk laporan. Contoh membuat pendahuluan laporan. Contoh isi laporan kegiatan. Pendahuluan laporan penelitian ilmiah. Pendahuluan dalam buku. Cara menulis pendahuluan folio. Contoh laporan dari rumusan masalah.
Contoh pembukaan pada buku. Laporan kegiatan bazar buku. Definisi laporan buku. Contoh pendahuluan suatu laporan. Contoh pendahuluan rumusan. Contoh identifikasi masalah dalam laporan. Contoh contoh pendahuluan laporan.
Contoh pendahuluan laporan.. Proposal kegiatan bazar buku. Pendahuluan karya sastra. Contoh pendahuluan proposa. Cara membuat laporan pkl. Contoh pendahuluan pkl. Contoh penulisan pendahuluan.
Laporan mengenai sastra. Pendahuluan untuk makalah langkah penyusunan proposal. Pendahuan laporan. Contoh pendahuluan dalam sebuah proposal. Ilmiah pendahuluan. Contoh pendahuluan dalam membuat. Contoh pembuatan pendahuluan laporan.
Apa isi dari pendahuluan. Contoh pendahuluan dalam laporan kegiatan.

cara menarik kesimupan


LOGIKA DAN STATISTIKA  SEBAGAI
SARANA BERPIKIR ILMIAH


A.   Pendahuluan
Tadi malam di rumah pak Pulan ada pencuri dan Polisi segera diberitahukan. Komandan polisi yang dating memimpin pemeriksaaan, sebuah jendela belakang dibongkar oleh pencuri itu. Dari jendelah inilah mereka masuk piker Komandan. Dengan segera ia tahun, bahwa yang mencuri itu lebih dari satu, karena dilihatnya dua macam jejak di bawah jendela itu. Tahukah tuan, barang-barang apa yang dicuri, Tanya Komandan Polisi kepada pak Pulan, sebuah Radio, satu set Komputer jawab pak Pulan.
Dari cerita ini ada proses berpikir. Berpikir merupakan suatu aktivitas pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, dan kesimpulan atau keputusan dari sesuatu yang kita kehendaki. Menurut J.S.Suriasumantri2, ‘manusia – homo sapiens, makhluk yang berpkir. Setiap saat dari hidupnya, sejak dia lahir sampai masuk liang lahat, dia tak pernah berhenti berpkir. Hampir tak ada masalah yang menyangkut dengan perikehidupan yang terlepas dari jangkauan pikirannya, dari soal paling remeh sampai soal paling asasi”.
“Berpikir merupakan ciri utama bagi manusia, untuk membedakan antara manusia dengan makhluk lain. Maka dengan dasar berpikir, manusia dapat mengubah keadaan alam sejauh akal dapat memikirkannya. Berpikir merupakan proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal. … Akal merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia untuk mencapai kebenaran di samping rasa dan kehendak untuk mencapai kebaikan”3. Dengan demikian, “cirri utama dari berpkikir adalah adanya abstraksi.  Maka dalam arti yang luas kita dapat mengatakan berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi.  Sedangkan dalam arti yang sempit berpikir adalah meletakan atau mencari hubungan atau pertalian antara abstraksi-abstraksi4.
“Secara garis besar berpikir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: berpikir alamiah  dan berpikir ilmiah. Berpikir alamiah, pola penalaran yang berdasarkan kebiasaan sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya [katakana saja : penalaran tentang api yang dapat membakar]. Berpikir ilmiah, pola penalaran berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat [dua hal yang bertentangan penuh tidak dapat sebagai sifat hal tertentu pada saat yang sama dalam satu kesatuan]5.  
Dari dua pola berpikir di atas, akan dibahas pola berpikir ilmiah dan lebih khusus di fokuskan pada pembahasan “logika dan statistika sebagai sarana berpikir ilmiah”.

B.   Sarana Berpkir Ilmiah
“Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan”6. Oleh karena itu, proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan diperlukan sarana tertentu yang disebut dengan sarana berpikir ilmiah.
Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya juga diperlukan sarana tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir ilmiah berupa: “[1] Bahasa Ilmiah, [2] Logika dan metematika, [3] Logika dan statistika7. Bahasa ilmiah merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah kepada orang lain. Logika dan matematika mempunyai peran penting dalam berpikir deduktif sehingga mudah diikuti dan dilacak kembali kebenarannya. Sedangkan logika dan statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif untuk mencari konsep-konsep yang berlaku umum”.







Berpikir Ilmiah
 

 






Gambar 1 :  Sarana
                    Berpikir Ilmiah
 
Berdasarkan
Metode-metode
Ilmiah8

Sarana berpikir ilmiah digunakan sebagai alat bagi cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan metode-metode ilmiah. “Sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuan. Dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah pada dasarnya ilmu menggunakan penalaran induktif  dan deduktif, dan sarana berpikir ilmiah tidak menggunakan cara tersebut. Berdasarkan cara mendapatkan pengetahuan tersebut jelaslah bahwa sarana berpikir ilmiah bukanlah ilmu, melainkan sarana ilmu yang berupa : bahasa, logika, matematika, dan statestika”.  Sedangkan “fungsi sarana berfikir ilmiah adalah untuk membantu proses metode ilmiah, baik secara deduktif maupun secara induktif9.
Kemampuan berpikir ilmiah yang baik sangat didukung oleh penguasaan sarana berpikir dengan baik pula. Maka dalam proses berpikir ilmiah diharuskan untuk mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah. Berpikir ilmiah menyadarkan diri kepada proses metode ilmiah baik logika deduktif maupun logika induktif. Ilmu dilihat dari segi pola pikirnya merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan induktif.

C.   Logika dan Statistika
Perkataan logika berasal dari kata “logos”  bahasa Yunani yang berarti kata  atau pikiran yang benar.  Kalau ditinjau dari segi logat saja, maka ilmu logika itu berarti ilmu berkata benar atau ilmu berpikir benar. Dalam bahasa Arab dinamakan ilmu manthiq yang berarti ilmu bertutur benar10.  Dalam Kamus Filsafat, logika – Inggris – logic, Latin: logica, Yunani: logike atau logikos [apa yang termasuk ucapan yang dapat dimengerti atau akal budi yang berfungsi baik, teratur, sistematis, dapat dimengerti]11. Dalam arti luas logika adalah sebuah metode dan prinsip-prinsip yang dapat memisahkan secara tegas antara penalaran yang benar dengan penalaran yang salah12.
Logika sebagai cabang filsafat – adalah cabang filsafat tentang berpikir. Logika membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil kesimpulan yang benar.  Dengan mengetahui cara atau aturan-aturan tersebut dapat menghindarkan diri dari kesalahan dalam mengambil keputusan13.  Menurut Louis O. Kattsoff14, logika membicarakan teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari suatu perangkat bahan tertentu dan kadang-kadang logika didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang penarikan kesimpulan.
Logika sama tuanya dengan umur manusia, sebab sejak manusia itu ada manusia sudah berpikir, manusia berpikir sebenarnya logika itu telah ada. “Hanya saja logika itu dinamakan logika naturalis, sebab berdasarkan kodrat dan fitrah manusia saja. Manusia walaupun belum mempelajari hokum-hukum akal dan kaidah-kaidah ilmiah, namun praktis sudah dapat berpikir dengan teratur.  Akan tetapi bila manusia memikirkan persoalan-persoalan yang lebih sulit maka seringlah dia tersesat. Misalnya, ada dua berita yang bertentangan mutlak, sedang kedua-duanya menganggap dirinya benar. Dapatlah kedua-duanya dibenarkan semua? Untuk menolong manusia jangan tersesat dirumuskan pengetahuan logika. Logika rumusan inilah yang digunakan logika artificialis15.
Logika bukan ilmu yang baru muncul, perumusan kaidah-kaidah logika untuk berpikir benar dipelopori Aristoteles yang hidup pada tahun 348-322 SM, dengan bukunya Organon yang berarti instrument [alat], alat untuk berpikir benar. “Aristoteles dianggap sebagai pelopor pembukuan pengetahuan logika. Tidak berarti belum Aristoteles belum ada kaidah-kaidah berpikir yang benar [logika]. Sebenarnya di negara-negara Timur Kuno [Mesir, Babilon, India, dan Tiongkok], diakui telah terdapat semacam kaidah-kaidah berpikir yang dianggap benar, hanya saja belum teratur sistematikanya seperti rumusan logika Aristoteles16.
Memang diakui sejak manusia ada sampai sekarang selalu menggunakan akal pikirannya dalam melakukan setiap kegiatan, baik kegiatan berpikir alamiah [naturalis] maupun kegiatan berpikir yang sifat kompleks. Tetapi dalam melakukan kegiatan berpikir yang benar diperlukan kaidah-kaidah tertentu yaitu berpikir yang tepat, akurat, rasional, objktif dan kritis atau proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Proses berpikir semacam ini adalah cara berpikir atau penalaran yang terdapat dalam kaidah-kaidah logika.
Agar pengetahuan yang dihasilkan dari proses berpikir mempunyai dasar kebenaran, maka proses berpikir dilakukan dengan cara tertentu. Cara berpikir logic dibagi menjadi dua bagian, yaitu : “[a] Logika Induktif -  cara berpikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Untuk itu, penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. [b] Logika Deduktif – cara berpikir di mana pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir silogismus.  Silogismus. Disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor.  Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut17. Contoh – karakteristik berpikir silogismus : [a] Semua makhluk hidup mesti akan mati [premis mayor], [b] Si Pulan adalah makhluk hidup [premis minor], [c] Jadi si Pulan mesti mati [kesimpulan – konklusi].
Kesimpulan bahwa si Pulan mesti mati, menurut Jujun S. Suriasumantri, kesimpulan tersebut adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis yang mendukungnya.  Sedangkan pertanyaan apakah kesimpulan ini benar, maka hal ini harus dikembalikan kebenarannya pada premis yang mendahuluinya. Apabila kedua premis yang mendukungnya benar, maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan tersebut benar. Tetapi dapat saja kesimpulan tersebut salah, walaupun kedua premisnya benar, sebab cara penarikan kesimpulannya salah. Selanjutnya Jujun S. Suriasumantri, mengatakan ketepatan penarikan kesimpulan tersebut tergantung pada tiga hal yaitu : [1] kebenaran premis mayor, [2] kebenaran premis minor, dan [3] keabsahan pengambilan keputusan.  Oleh karena itu, apabila salah satu dari ketiga unsure tersebut tidak memenuhi persaratan, maka kesimpulan yang diambil atau diputuskan akan salah.
Contoh berpikir induktif,  simpulan yang diharapkan berlaku umum untuk suatu kasus, jenis, dan peristiwa, atau yang diharapkan adalah agar kasus-kasus yang bersifat khusus dapat dimasukkan ke dalam wilayah umum, yang menjadi simpulan. Misalnya : [1] P – penduduk desa A = adalah pegawai, [2] Q – penduduk desa A = adalah pegawai, [3] R – penduduk desa A = adalah pegawai, [4] S – penduduk desa A = adalah pegawai, [5] Y – penduduk desa A = adalah pegawai, [6] Z – penduduk desa A = adalah pegawai. Kesimpulan – jadi semua penduduk  [ P sampai Z ] yang mendiami desa A adalah pegawai.  Menurut Kasmadi, dkk., pola berpikir ini adalah berpikir induksi komplet.









Sedangkan Francir Bacon  dalam usaha menariuk kesimpulan yang berlaku umum, hendaknya bertolak dari hasil observasi untuk menentukan ciri-ciri gejala yang didapatinya. Ada tiga jenis pencatatan ciri sebagai berikut : [1] pencatatan ciri posetif, pencatatan terhadap peristiwa yang kondisinya dapat dipastikan menimbulkan gejala, [2] pencatatan ciri negatif, pencatatan terhadap peristitwa yang kondisinya tidak memunculkan gejala, dan [3] pencatatan variasi gejala, pencatatan mengenai ada atau tidak adanya perubahan gejala pada kondisi yang berubah-ubah atau diubah-ubah.  Kesimpulan yang dapat diambil sesuai dengan ciri-ciri, sifat-sifat atau unsur-unsur yang harus ada sebagai gejala yang berlaku umum18.
Statetstika berakar dari teori peluang, Descartes, ketika mempelajari hukum di Universitas Poitiers antara tahun 1612 sampai 1616, juga bergaul dengan teman-teman yang suka berjudi. Sedangkan, pendeta Thomas Bayes pada tahun 1763 mengembangkan teori peluang subyektif berdasarkan kepercayaan seseorang akan terjadinya suatu kejadian. Teori ini berkembang menjadi cabang khusus dalam statestika sebagai pelengkap teori peluang yang bersifat subyektif. Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi, bahkan Eropa pada abad pertengahan. Sedangkan teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang dikembangkan sarjana Muslim, namun bukan dalam lingkup teori peluan19 .
Semula statistika baru hanya digunakan untuk mengembarkan persoalan seperti; pencatatan banayaknya penduduk, penarikan pajak, dan sebagainya, dan mengenai penjelasannya. Tetapi, dewasa ini hampir semua bidang keilmuan menggunakan statistika, seperti; pendidikan, psikologi, pendidikaan bahasa, biologi, kimia, pertanian, kedekteran, hukum, politik, dsb. Sedangkan yang tidak menggunakan statistika hanya ilmu-ilmu yang menggunakan pendekatan spekulatif20.
Statika merupakan sekumpulan metode untuk membuat keputusan dalam bidang keilmuan yang melalui pengujian-pengujian yang berdasarkan kaidah-kaidah statistik. Bagi masyarakat awam kurang terbiasa dengan istilah statistika, sehingga perketaan statistik biasanya mengandung konotasi berhadapan dengan deretan angka-angka yang menyulitkan, tidak mengenakan, dan bahkan merasa bingung untuk membedakan antara matematika dan statistik. Berkenaan dengan pernyataan di atas, memang statistik merupakan diskripsi dalam bentuk angka-angka dari aspek kuantitatif suatu masalah, suatu benda yang menampilkan fakta dalam bentuk ”hitungan” atau ”pengukuran”.
Statistik selain menampilkan fakta berupa angka-angka, statistika juga merupakan bidang keilmuan yang disebut statistika, seperti juga matematika yang disamping merupakan bidang keilmuan juga berarti lambang, formulasi, dan teorema21. ... Bidang keilmuan statistik merupakan sekumpulan metode untuk memperoleh dan menganalisis data dalam mengambil suatu kesimpulan berdasarkan data tersebut. Ditinjau dari segi keilmuan, statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam mendiskripsikan gejala dalam bentuk angka-angka, baik melalui hitungan maupun pengkuran22. Maka, Hartono Kasmadi, dkk., mengatakan bahwa, ”statistika [statistica] ilmu yang berhubungan dengan cara pengumpulan fakta, pengolahan dan menganalisaan, penaksiran, simpulan dan pembuatan keputusan23.
Statistika digunakan untuk menggambarkan suatu persoalan dalam suatu bidang keilmuan. Maka, dengan menggunakan prinsip statistika masalah keilmuan  dapat diselesaikan, suatu ilmu dapat didefinisikan dengan sederhana melalui pengujian statistika  dan semua pernyataan keilmuan dapat dinyatakan secara faktual. Dengan melakukan pengjian melalui prosedur pengumpulan fakta yang relevan dengan rumusan hipotesis yang terkandung fakta-fakta emperis, maka hipotesis itu diterima keabsahan sebagai kebenaran, tetapi dapat juga sebaliknya.
Contoh yang dikemukakan Jujun S Suriasumantri24, penarikan kesimpulan tidak menggunakan prinsip-prinsip statistik, yaitu ” ”Suatu hari seorang anak kecil disuruh ayahnya membeli sebungkus korek api dengan pesan agar tidak terkecoh mendapatkan korek api yang jelek. Tidak lama kemudian anak kecil itu datang kembali dengan wajah yang berseri-seri, menyeraahkan kotak korek api yang kosong, dan berkata, ”Korek api ini benar-benar bagus, pak, semua batangnya telah saya coba dan ternyata menyala”. ...Tak seorangpun, saya kira, yang dapat menyalahkan kesahihan proses penarikan kesimpulan anak kecil itu”. Apabila semua pengujian yang dilakukan dengan kesimpulan seperti ini, maka prinsip-prinsip satatistika terabaikan, ...karena menurut Jujun S. Suriasumantri25, ”konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah dalam suatu populasi tertentu”.
Untuk itu, suatu penelitian ilmiah, baik yang berupa survai maupun eksperimen, dilakukan dengan lebih cermat dan teliti mempergunakan teknik-teknik statistika yang diperkembangkan sesuai dengan kebutuhan”26.


D. Statistika dan Berpikir Ilmiah
Statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam mendiskripsikan gejala dalam bentuk angka-angka, baik melalui hitungan maupun pengukuran. Dengan statistika kita dapat melakukakn pengujian dalam bidang keilmuan sehingga banyak masalah dan pernyataan keilmuan dapat diselesaikan secara faktual.
Pengujian statistika adalah konsekuensi pengujian secara emperis. Karena pengujian statistika adalah suatu proses pengumpulan fakta yang relevan dengan rumusan hipotesis. Artinya, jika hipotesis terdukung oleh fakta-fakta emperis, maka hipotesis itu diterima sebagai kebenaran. Sebaliknya, jika bertentangan hipotesis itu ditolak”. ...Maka, pengujian merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mencapai simpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Dengan demikian berarti bahwa penarikan simpulan itu adalah berdasarkan logika induktif27.
Pengujian statistik mampu memberikan secara kuantitatif tingkat kesulitan dari kesimpulan yang ditarik tersebut, pada pokoknya didasarkan pada asas yang sangat sederhana, yakni makin besar contoh yang diambil makin tinggi pula tingkat kesulitan kesimpulan tersebut. Sebaliknya, makin sedikit contoh yang diambil maka makin rendah pula tingkat ketelitiannya. Karakteristik ini memungkinkan kita untuk dapat memilih dengan seksama tingkat ketelitian yang dibutuhkan sesuai dengan hakikat permasalahan yang dihadapi. ...Selain itu, statistika juga memberikan kesempatan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kesulitan antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat emperis28.
Selain itu, Jujun S. Suriasumantri juga mengatakan bahwa pengujian statistik mengharuskan kita untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Umpamanya jika kita ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di sebuah tempat, maka nilai tinggi rata-rata yang dimaksud merupakan sebuah kesimpulan umum yang ditarik dalam kasus-kasus anak umur 10 tahun di tempat itu. Dalam hal ini kita menarik kesimpulan berdasarkan logika induktif29.
Logika induktif, merupakan sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Logika ini sering disebut dengan logika material, yaitu berusaha menemukan prinsip penalaran yang bergantung kesesuaiannya dengan kenyataan. Oleh karena itu kesimpulan hanyalah kebolehjadian, dalaam arti selama kesimpulan itu tidak ada bukti yang menyangkalnya maka kesimpulan itu benar30.
Logika induktif31 tidak memberikan kepastian namun sekedar tingkat peluang bahwa untuk premis-premis tertentu dapat ditarik suatu kesimpulan dan kesimpulannya mungkin benar mungkin juga salah. Misalnya, jika selama bulan November dalam beberapa tahun yang lalu hujan selalu turun, maka tidak dapat dipastikan bahwa selama bulan November tahun ini juga akan turun hujan.  Kesimpulan yang dapat ditarik dalam hal ini hanyalah mengenai tingkat peluang untuk hujan dalam tahun ini juga akan turun hujan”.  Maka kesimpulan yang ditarik secara induktif dapat saja salah, meskipun premis yang dipakainya adalah benar dan penalaran induktifnya adalah sah, namun dapat saja kesimpulannya salah. Sebab logika induktif tidak memberikan kepastian namun sekedar tingkat peluang.
Penarikan kesimpulan secara induktif32 menghadapkan kita kepada sebuah permasalahan mengenai banyaknya kasus yang harus kita amati sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Jika kita ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di Indonesia, umpamanya, bagimana caranya kita mengumpulkan data sampai pada kesimpulan tersebut. Hal yang paling logis adalah melakukan pengukuran tinggi badan terhadap seluruh anak 10 tahun di Indonesia. Pengumpulan data seperti ini tak dapat diragukan lagi akan memberikan kesimpulan mengenai tinggi rata-rata anak tersebut di negara kita, tetapi kegiatan ini menghadapkan kita kepada persoalan tenaga, biaya, dan waktu yang cukup banyak. Maka statistika dengan teori dasarnya teori peluang memberikan sebuah jalan keluar, memberikan cara untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi. Jadi untuk mengetahui tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di Indonesia kita tidak melakukan pengukuran untuk seluruh anak yang berumur tersebut, tetapi hanya mengambil sebagian anak saja.
Untuk berpikir induktif  dalam bidang ilmiah yang bertitik tolak dari sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai hukum ilmiah, menurut Herbert L.Searles [1956]33, diperlukan proses penalaran sebagai berikut: [1] Langkah pertama, mengumpulan fakta-fakta khusus. Metode khusus yang digunakan observasi [pengamatan] dan eksperimen. Observasi harus dikerjakan seteliti mungkin, eksperimen terjadi untuk membuat atau mengganti obyek yang harus dipelajari. [2] Langkah kedua, dalam induksi ialah perumusan hipotesis.  Hipotesis merupakan dalil sementara yang diajukan berdasarkan pengetahuan yang terkumpul sebagai petunjuk bagi peneliti lebih lanjut. Hipotesis ilmiah harus memenuhi syarat sebagai berikut: harus dapat diuji kebenarannya, harus terbuka dan dapat meramalkan bagi pengembangan konsekuensinya, harus runtut dengan dalil-dalil yang dianggap benar, hipotesisi harus dapat meenjelaskan fakta-fakta yang dipersoalkan. [3] Langkah ketiga, dalam hal ini penalaran induktif ialah mengadakan verifikasi. Hipotesis adalah sekedar perumusan dalil sementara yang harus dibuktikan atau diterapkan terhadap fakta-fakta atau juga diperbandingkan dengan fakta-fakta lain untuk diambil kesimpulan umum. Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yakni makin banyak bahan bukti yang diambil makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Demikian sebaliknya, makin sedikit bahan bukti yang mendukungnya semakin rendah tingkat kesulitannya. Memverifikasi adalah membuktikan bahwa hipotesis ini adalah dalil yang sebenarnya. Ini juga mencakup generalisasi, untuk menemukan hukum atau dalil umum, sehingga hipotesis tersebut menjadi suatu teori. [4] Langkah keempat, teori dan hukum ilmiah, hasil terakhir yang diharapkan dalam induksi ilmiah adalah untuk sampai pada hukum ilmiah. Persoalan yang dihadapi oleh induksi ialah untuk sampai pada suatu dasar yang logis bagi generalisasi dengan tidak mungkin semua hal diamati, atau dengan kata lain untuk menentukan pembenaran yang logis bagi penyimpulan berdasarkan beberapa hal untuk diterapkan bagi semua hal. Maka, untuk diterapkan bagia semua hal harus merupakan suatu hukum ilmiah yang derajatnya dengan hipotesis34 adalah lebih tinggi.
 















Untuk itu, statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif.  Bagaimana seseorang dapat melakukan generalisasi tanpa menguasai statistik? Memang betul tidak semua masalah membutuhkan analisis statistik, namun hal ini bukan berarti, bahwa kita tidak perduli terhadap statistika sama sekali dan berpaling kepada cara-cara yang justru tidak bersifat ilmiah35.

E. Penutup
Dari berbagai uraian yang dikemukakan di atas, penulis mencoba memberikan beberapa ringkasan sebagai berikut : [1] Dalam kegiatan atau kemampuan berpkir ilmiah yang baik harus menggunakan atau didukung oleh sarana berpkir ilmiah yang baik pula, karena tanpa menggunakan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melakukakan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik. [2] Cara berpikir ilmiah dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan logika induktif dan logika deduktif. [3]  Penggunaan statistika dalam proses berpikir ilmiah, sebagai suatu metode untuk membuat keputusan dalam bidang keilmuan yang berdasarkan logika induktif. Karena statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif. [4] Berpkir induktif, bertitik tolak dari sejumlah hal-hal yang bersifat khusus untuk sampai pada suatu rumusan yang bersifat umum sebagai hukum ilmiah.

















DAFTAR PUSTAKA


Bagus, Lorens, 1996, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta.

Bakry, Hasbullah, 1981, Sistimatika Filsafat, Widjaja, Jakarta,

Gie, The Liang, 1991, Pengantar Filsafat Ilmu, Edisi kedua [diperbaharui], Liberty, Yogyakarta.

Jujun S. Suriasumantri, 1988, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Kasmadi, Hartono, dkk., 1990, Filsafat Ilmu, IKIP Semarang Press, Semarang.

Kattsoff, Louis O. 1986, Pengantar Filsafat, Terjemahan Soejono Soemargono, Tiara Wacana, Yogyakarta.

Kusumah, Yaya S., 1986, Logika Matematika Elementer, Bandung.

Puswanto, M. Ngalim, 1992, Psikologi Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Sunoto, 1982, Mengenal Filsafat Pancasila I, Edisi II, Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta. 

Suriasumantri, Jujun S., 1997, Ilmu dalam Perspektif, Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM, 1992, Filsafat Ilmu, Liberti, Yogyakarta.

Wojowasito, S.,– W.J.S. Poerwadarminto, 1980, Kamus Lengkap Inggris Indonesia – Indonesia Inggris, Hasta, Bandung.








2J.S.Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, Yayasan Obor Indonesia, 1997, hlm. 1
3Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Liberti, Yogyakarta, 1992, hlm. 67.
4M. Ngalim Puswanti, Psikologi Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1992, hlm. 44. [Pengertian abstrak, ialah pengertian yang memperlihatkan sifat tanpa memperlihatkan subjeknya. Misalnya : secara konkrit kita berkata : ia amat pandai, tetapi secara abstrak kita mengatakan: Kepandaiannya amat sangat. Dalam bahasa Indonesia untuk menyatakan pengertian yang abstrak itu ialah dengan menamba pada kata itu awalan “ke” dan akhiran “an” misalnya: kebaikan, keburukan, keduniawan, kebangsaan, ketidak-adilan, dan sebagainya[Hasbullah Bakry, Sistimatika Filsafat, Widjaja, Jakarta, 1981, hlm. 25].
5Tim Dosen Ilmu, Fakultas Filsafat UGM, Loc.cit.
6S.Suriasumantri, Loc.cit.
7Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat, Op.Cit, hlm. 68.
8Penjelasan Metode Ilmiah – merupakan suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah ada. Pola umum tata langkah dalam metode ilmiah mencakup : [1] penentuan masalah, [2] perumusan dengan sementara, [3] pengumpulan data, [4] perumusan kesimpulan, dan [5] verifikasi [Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Liberty, Yogyakarta, 1996, hlm. 110]
9 Ibid, hlm. 100.
10Hasbullah Bakry, Sistimatika Filsafat, Wijaya Jakarta, 1981, hlm. 18.
11Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, 1996, hlm. 519.  Pengertian lain : Logika – ilah ilmu berpikir tepat yang dapat menunjukkan adanya kekeliruan-kekeliruan di dalam rantai proses berpikir.  Dengan batasan itu, logika pada hakekatnya adalah teknik berpikir. Logika mempunyai tujuan untuk memperjelas isi atau komprehensi serta keluasan atau akstensi suatu pengertian atau istilah dengan menggunakan definisi-definisi yang tajam.  Munculnya logika dalam proses berpikir ialah pada waktu diucapkan “sesuatu” yang lain yang dikaitkan dalam hubungan tertentu atau pada waktu dikemukakan “dua sesuatu” yang dikaitkan dengan penilaian tertentu dan dari kaitan itu ditarik kesimpulan. Fungsi logika adalah : [1] membedakan ilmu yang satu dari yang lain apabila objeknya sama, dan [2] menjadi dasar ilmu pada umumnya dan falsafah pada khususnya [Hartono Kasmadi, dkk., Filsafat Ilmu, IKIP Semarang Press, 1990, hlm. 45].
12Yaya S. Kusumah, Logika Matematika Elementer, Bandung, 1986, hlm. 2.
13Sunoto, Mengenal Filsafat Pancasila I, Edisi II, Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta, 1982, hlm. 22.
14Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, Terjemahan Soejono Soemargono, Tiara Wacana, Yogya, 1986, cet.7, hlm. 71.
15Hasbullah Bakry, Op.cit., hlm. 20.  Logika Artificialis, dibedakan menjadi dua yaitu : [1] Logika Formal – mempelajari asas-asas, aturan-aturan atau hokum-hukum berpikir yang harus ditaati, agar orang dapat berpikir dengan benar dan mencapai kebenaran, [2] Logika Material – mempelajari langsung pekerjaan akal, serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan-kenyataan praktis yang sesungguhnya. Logika formal – sesuai dengan isi [materi] kenyataan yang sesungguhnya. Logika material – mempelajari sumber-sumber dan aslinya pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan dan akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahuan itu.  Logika material inilah yang menjadi sumber yakni yang menimbulkan filsafat mengenai [kennisteer] dan filsafat ilmu pengetahuan [wetenschapsleer]. Logika formal – dinamakan logika minor, sedangkan logika material dinamakan logika mayor. Logika formal – ilmu yang mengandung kumpulan kaidah-kaidah cara berpikir untuk mencapai kebenaran [Hasbullah Bakry, Sistimatika Filsafat, Widjaja, Jakarta, hlm. 21].
16Hasbullah Bakry, Loc.cit.
17Jujun S. Suriasumantri,  Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1988, hlm. 48-49. Pengertian – silogismus – suatu argumentasi yang terdiri dari tiga buah proposisi atau pernyataan yang membenarkan atau menolak suatu perkara. Dua buah proposisi yang pertama disebut premis mayor  dan premis minor, sedangkan proposisi yang ketiga disebut simpulan atau konklusi. Konklusi merupakan konsekuensi dari kedua premis yang terdahulu [Hartono Kasmadi, dkk., Filsafat Ilmu, IKIP Semarang Press, 1990, hlm. 27].  Pengertian premis – premise [premis] dalil yang dipakai sebagai pangkal pembicaraan. Premis, kata-kata atau tulisan sebagai pendahuluan [S.Wojowasito – W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Lengkap Inggris Indonesia – Indonesia Inggris, Hasta, Bandung, 1980, hlm. 156-157].


18 Hartono Kasmadi, Filsafat Ilmu, IKIP Semarang Press, Semarang, 1990, hlm. 30.
19Jujun S. Suriasumantri, Op.Cit., hlm. 213.
20Hartono Kasmadi, dkk., Op.cit., hlm.43.
21Teorema [bahasa Yunani], Inggris; term artinya teori, pandangan, aturan, prinsip.  Beberapa pengertian : [1] Hal yang dianggap atau ditetapkan sebagai suatu prinsip, aturan hokum atau kebenaran. [2] Foemula kalkulus logis dan untuk itu ada bukti dan digunakan untuk menarik pernyataan-pernyataan umumnya. [3] Logis formal modern dan matematika teorema adalah proposisi apapun dalam teori deduktif ketat yang dibuktikan dengan mererapkan aturan yang dapat diterima dari deduksi pernyataan awal aksioma. Konsep aksioma dan teorema bersifat relatif. Proposisi yang sama dari sebuah teori dapat diterima dalam beberapa hal sebagai aksioman, dan dalam hal ini diterima sebagai teorema, karena itu aksioman sering dianggap sebagai teorema [Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia Jakarta, 1996].
22J.S.Suriasumantri, Op.cit., hlm. 201.
23Kasmadi, dkk., loc.cit.
24Jujun S.Suriasumantri, Op.cit., hlm. 211.
25Ibid, hlm. 213., [Konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variable yang ditelaah dalam suatu populasi tertentu. Abraham Demoivre [1667-1745] mengembangkan teori galat atau kekeliruan [theory of error]. Pada tahun 1757 Thomas Simpson, menyimpulkan bahwa terdapat suatu distribusi yang berlanjut [continuous distribution] dari suatu variable dalam suatu frekuensi yang cukup banyak. Pierre Simon Lapace [1749-1827], mengembangkan konsep Demoivre dan Simpson ini lebih lanjut dan menemukan distribusi normal; sebuah konsep yang mungkin paling umum dan paling banyak dipergunakan dalam analisis statistika di samping teori peluang. Distribusi lain, yang tidak berupa kurva normal, kemudian ditemukan oleh Francis Galton [1822-1911], dan Karl Pearson [1857-1936]. Teknik kuadrat terkecil [least squares] simpangan baku dan galat baku untuk rata-rata [the standard error of the mean] dikembangkan Karl Friedrick Gauss [1777-1855]. Pearson, melanjutkan konsep-konsep Galton dan mengembangkan konsep regresi, korelasi, distribusi chi-kuadrat dan analisis statistika untuk data kualitatif di samping menulis buku The Grammar of Science karya klasik dalam filsafat ilmu. Willaim Searli Gosset, mengembangkan konsep tentang pengambilan contoh. Disain eksperimen dikembangkan oleh Ronald Alyimer Fisher [1890-1962] di samping analisis varian dan kovarians, distribusi-z, distribusi-t-,uji signifikan dan teori tentang perkiraan [theory of estimation].
26Ibid, hlm. 215
27Kasmadi, dkk., loc,cit
28Jujun S. Suriasumantri, Op.ciut., hlm. 218-219.
29Ibid, hlm. 216.
30Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM, Op.cit., hlm. 90.
31Tim Dosen Filsafat Ilmu, loc.cit.
32Suriasumantri, loc.cit.
33Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM, Op.cit., hlm.91-92.
34Hipotesis adalah suatu keterangan bersifat sementara atau untuk keperluan pengujian yang diduga mungkin benar dan dipergunakan sebagai pangkal untuk penyelidikan lebih lanjut sampai diperoleh kepastian dengan pembuktian [The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, Edisi kedua [diperbaharui], Liberty, Yogyakarta, 1991, hlm. 116.  Hipotesis, dapat dipandang sebagai yang paling awal atau paling rendah di dalam  urut-urutan derajat. Bila bahan-bahan bukti yang mendukung telah terkumpul, maka hipotesis itu kemudian dapat memperoleh derajat sebuah teori, dan bila teori itu saling berhubungan secara sistematis dan dapat menerangkan setiap peristiwa yang diajukannya hanya sebagai contoh, maka teori itu dapat dipandang sebagai hokum ilmiah [Herbert L. Searles, dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM, Liberty, Yogyakarta, 1996, hlm. 92.

35Jujun S. Suriasumantri, Op.cit., hlm. 169.