3 Maret 2012
Tidak ada firasat yang tersirat. Bahwa aku dan kamu bisa bertemu dan saling menatap dengan erat. Napas kita juga jadi terasa berat. Dan cinta kita semakin kuat. Karena kita menyatukan dua semangat. Aku masih ingat. Seperti apa kita menghabiskan malam yang pekat.
Kala itu tepat pukul delapan malam, perut kita sama-sama menjerit. Kita sama-sama lapar. Dan itu juga yang membuat kita jadi gusar. Akhirnya, kita memilih menu ayam bakar. Sepiring nasi hangat juga ikut membasmi lapar.
Kita menyantap ayam bakar sambil berkelakar. Malam semakin beranjak, dan kita pura-pura tidak sadar. Kita malah saling berandar Menatap bulan yang sedang berbinar.
Aku mencintaimu!
Itu kata-kata yang kau ucapkan sebelum ayam bakar di piringku tandas. Senyumku pun terulas. Pada saat itu, aku tidak memikirkan bahwa itu hanya bias. Sebab, aku menganggap itu semua sesuatu yang jelas. Aku puas. Tidak ada rasa cemas. Hanya rasa gemas yang hadir ketika melirik bibirmu yang dipulas malam, manis. Semanis olesan madu yang melekat pada daging ayam yang kita pesan. Semuanya membuatku terkesan. Banyak pesan yang sudah tersampaikan. Pesan kebaikan dan kelukaan.
Aku tidak pernah berpikir sekali saja untuk membuatmu alfa dalam perputaran pikiranku. Kau selalu ada di sela-sela cara berpikirku. Ya, kau memang begitu. Tidak mau membiarkanku melepaskanmu. Tapi...
Kau sendiri yang diam-diam melepaskanku seperti aku yang diam-diam melepaskan daging ayam bakar dari tulangnya.
Kenangan tentangmu terkadang menyamai perputaran bumi pada matahari. Sudah kuabaikan, tapi kembali dan tetap mengitari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar