Solso
menjelaskan bahwa berpikir kreatif merupakan aktivitas kognitif yang
menghasilkan sesuatu yang baru dalam menghadapi masalah. Sedangkan Evans
menyebutkan bahwa berpikir kreatif merupakan kemampuan membuat
kombinasi baru berdasarkan konsep-konsep yang sudah ada, selain juga
kemampuan menemukan hubungan-hubungan baru dan memandang sesuatu menurut
perspektif yang baru.
Dari
beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa produk dari berpikir
kreatif adalah sesuatu yang baru dan kompleks. Baru yang dimaksud bukan
hanya dari yang tidak ada menjadi ada, tetapi juga kombinasi baru dari
sesuatu yang sudah ada.
Dewasa
ini, berpikir kreatif sangatlah diperlukan oleh setiap manusia, adapun
alasan mengapa diperlukannya berpikir kreatif adalah sebagai berikut:
Pertama, era globalisasi yang ditandai dengan cepatnya perubahan
diberbagai bidang kehidupan memerlukan manusia yang cepat mampu
beradaptasi atau mereorientasikan hidupnya sejalan dengan perubahan yang
terjadi. Kedua, pembangunan yang sedang dilaksanakan di tanah air kita
dalam berbagai bidang memerlukan manusia yang tangguh dan kreatif,
karena selain kita harus menghadapi berbagai kemajuan yang telah dicapai
oleh bangsa lain, kita pun tentu berkeinginan untuk menjadi pioner
dalam berbagai kemajuan yang mungkin diraih manusia dikemudian hari.
Ketiga, program “pengentasan kemiskinan” bukan dipecahkan dengan hanya
sekedar memberi pekerjaan atau tunjangan sosial melainkan bagaimana “
Sumber Daya Manusia” yang ada berusaha dibina untuk secara mandiri
memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapinya. Keempat, dalam kaitan
dengan sains dan teknologi yang demikian cepat, tanpa kreativitas yang
memadai maka sains dan teknologi yang berkembang itu hanya menjadi
pertunjukan yang akan terus berlalu satu demi satu tanpa bisa turut
mewarnai pesatnya perkembangan IPTEK itu.
Pemecahan
masalah adalah usaha untuk menemukan solusi dari suatu permasalahan.
Hudojo menjelaskan pemecahan masalah merupakan proses penerimaan masalah
sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Evans
mendefinisikan pemecahan masalah adalah suatu aktivitas yang berhubungan
dengan pemilihan jalan keluar atau cara yang cocok bagi tindakan atau
pengubahan kondisi sekarang (present state) menuju situasi yang diharapkan (future state/desire/goal).
Berdasarkan
uraian mengenai pemecahan masalah di atas, dapat disimpulkan bahwa
pemecahan masalah adalah usaha untuk mencari solusi atau jalan keluar
dalam menyelesaikan suatu masalah.
Terdapat
beberapa tahapan dalam menyelesaikan suatu masalah. Ellis dan Hunt
menyebutkan beberapa tahapan pemecahan masalah sebagai berikut:
1. Pemahaman masalah
2. Penemuan berbagai hipotesis mengenai cara pemecahan dan memilih salah satu dari hipotesis-hipotesis itu.
3. Menguji hipotesis yang dipilih dan mengevaluasi hasilnya
Polya menyarankan empat macam langkah dalam pemecahan masalah yaitu:
1. Memahami
masalah, meliputi aktivitas: mengidentifikasi yang diketahui,
mengidentifikasi data yang relevan, mengidentifikasi apa yang
ditanyakan.
2. Membuat rencana penyelesaian, meliputi aktivitas pemilihan strategi yang akan digunakan dalam pemecahan masalah.
3. Pelaksanaan rencana, meliputi pengaplikasian strategi untuk menyelesaikan masalah.
4. Memeriksa
kembali, meliputi kegiatan melihat kembali apakah penyelesaian yang
diperoleh sudah sesuai dengan apa yang diketahui dan ditanyakan.
Pemecahan
masalah dapat diajarkan seorang guru kepada siswa. Mengajarkan
pemecahan masalah berarti usaha guru untuk membangkitkan siswa agar
menerima dan merespon pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan membimbing
siswa menemukan pemecahan dari permasalahan tersebut. Pemecahan masalah
tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
siswa. Pada umumnya masalah fisika yang dibuat oleh guru hanya menuntut
kemampuan prosedural dari siswa. Guru menyajikan masalah berpedoman dari
buku. Masalah yang terdapat dalam buku pada umumnya adalah masalah yang
hanya mempunyai satu jawaban benar. Jarang sekali ditemukan masalah
fisika yang menuntut penyelesaian berbeda atau prosedur berbeda.
Guru
menganggap bahwa fisika adalah produk “instan” yang siap untuk
“dituangkan” ke pikiran siswa. Dalam pembelajaran fisika, konsep fisika
adalah suatu proses yang dilalui siswa, seakan-akan siswa menemukan
sendiri konsep fisika tersebut. Agar pembelajaran menjadi bermakna,
siswa harus dianggap atau berperan sebagai subjek, artinya siswa harus
diberi kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang mereka
pelajari. Selain itu, siswa juga harus diberi kesempatan untuk melihat
sesuatu dari sudut pandang yang berbeda (berpikir alternatif) atau
dilatih untuk berpikir kreatif. Salah satu alternatif yang dapat dipilih
guru untuk meningkatkan kreativitas siswa adalah dengan pemecahan
masalah terbuka (open ended), karena masalah terbuka (open ended) memiliki
hubungan yang dekat dengan kreativitas. Anderson memandang kreativitas
sebagai suatu proses berpikir. Adapun jenis berpikir yang mencerminkan
keativitas adalah tergolong jenis berpikir divergen (divergent thinking)
seperti yang dikemukakan Yelon “ An important ingredient in creativity is divergent thinking.” Guilford menerangkan bahwa divergent is characterized by producing wide variety of alternative solutions, each of which is logically possible.
Sedangkan Utami Munandar merumuskan bahwa kreativitas (berpikir
kreatif/ berpikir divergen) adalah kemampuan berdasarkan data atau
informasi yang tersedia dan menemukan kemungkinan banyak jawaban
terhadap suatu masalah dimana penekanannya adalah pada kuantitas,
ketepatgunaan dan keragaman jawaban. Jadi kemampuan berpikir divergen
akan meningkat jika siswa diberi pertanyaan-pertanyaan atau
masalah-masalah yang bersifat terbuka yaitu pertanyaan atau soal yang
mempunyai cara penyelesaian atau jawaban tidak tunggal.
Berbicara
tentang berpikir kreatif tentu tidak terlepas dari apa yang disebut
dengan kreativitas. Menurut Murdock dan Puccio (2001), istilah berpikir
kreatif dan kreativitas merupakan dua hal yang tidak indentik, namun
kedua istilah itu berelasi secara konseptual. Kreativitas merupakan
konstruk payung sebagai produk kreatif dari individu yang kreatif,
memuat tahapan proses berpikir kreatif, dan lingkungan kondusif untuk
berlangsungnya berpikir kreatif.
Menurut
Munandar (1999), berpikir kreatif adalah kemampuan – berdasarkan data
atau informasi yang tersedia- menemukan banyak kemungkinan jawaban
terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada kuantitas,
ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Makin banyak kemungkinan jawaban
yang dapat diberikan terhadap suatu masalah makin kreatiflah seseorang,
tentunya dengan memperhatikan mutu atau kualitas dari jawaban tersebut.
Secara operasional, Munandar mengemukakan; berpikir kreatif merupakan
kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas),
orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi
(mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan dan kemampuan
memberikan penilaian atau evaluasi terhadap suatu obyek atau situasi.
Tabel 1 Aspek Kemampuan Berpikir Kreatif (KBK)
Aspek KBK
|
Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif
|
Fluency
|
a. Menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan;
b. Lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya;
c. Dapat dengan cepat melihat kesalahan dan kelemahan dari suatu objek atau situasi.
|
Flexibility
|
a. Memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita, atau masalah;
b. Jika diberi suatu masalah biasanya memikirkan bermacam cara yang berbeda untuk menyelesaikannya;
c. Menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbeda.
|
Originality
|
a. Setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan, bekerja untuk menyelesaikan yang baru
|
Elaboration
|
a. Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah langkah yang terperinci
b. Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain;
c. Mencoba/menguji detail-detail untuk melihat arah yang akan ditempuh;
|
Berpikir
kreatif berkaitan dengan berfikir divergen dan berfikir orisinal.
Berfikir kreatif dapat digambarkan sebagai bentuk kombinasi baru dari
ide-ide untuk memenuhi suatu kebutuhan atau sebagai berfikir dengan cara
memproduksi hasil yang orisinal dan tepat. Sesuatu dapat menjadi
orisinal bagi seseorang, dan tidak harus original untuk semua orang
(Lang dan Evans, D. N. 2006). Kata “orisinal” dalam kaitan dengan
kreativitas tidak perlu diartikan sesuatu yang benar-benar baru
(sebelumnya belum pernah ada), tetapi dapat saja hasil ciptaannya itu
merupakan kombinasi dari apa-apa yang telah ada sebelumnya. Atau mungkin
pula sesuatu yang baru itu hanya baru bagi orang tersebut, jadi mungkin
saja bagi orang lain bukan hal yang baru (Anderson, 1970, dalam
Wahidin, 2009).
Berpikir kreatif memuat aspek kognitif (aptitude), afektif (nonaptitude)
dan metakognitif. Williams, (1980, dalam Killen, R, 1998), mengemukakan
delapan prilaku siswa berkaitan dengan berpikir kreatif. Empat
diantaranya berhubungan dengan aspek kognitif yaitu; keterampilan
berpikir lancar (fluency), keterampilan berpikir luwes (flexibility), keterampilan berpikir orisinil (originality), dan keterampilan mengelaborasi (elaboration). Empat lagi berhubungan dengan aspek afektif, yaitu; mau mengambila resiko (Risk taking), senang dengan kompleksitas (complexity), memiliki rasa ingin tahu (curiosity), dan suka berimajinasi (imajination).
Keterampilan berpikir lancar (fluency), yaitu kemampuan untuk mencetuskan banyak ide, hasil, dan respon. Keterampilan berpikir luwes (flexibility)
yaitu kemampuan untuk menggunakan pendekatan yang berbeda, membangun
berbagai gagasan, mampu merubah-ubah arah pemikiran atau pendekatan, dan
menyesuaikan dengan situasi yang baru. Keterampilan berpikir orisinil (originality)
yaitu kemampuan untuk membangun sesuatu yang baru, yang tidak biasa,
ide-ide cerdas yang berbeda dengan cara-cara yang sudah lumrah. Mampu
membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau
unsur-unsur. Keterampilan mengelaborasi (elaboration) yaitu kemampuan untuk merinci, memperluas, atau menambah ide-ide atau hasil.
Mau mengambil resiko (Risk taking),
maksudnya siap menerima kegagalan dan kritikan, berani melakukan
tebakan, dan berani mempertahankan ide-ide sendiri. Senang dengan
kompleksitas (complexity), maksudnya mencoba berbagai
alternative, membawa persoalan ke luar dari kerumitan, dan menyelidiki
ke dalam permasalahan atau gagasan-gagasan yang kompleks. Rasa ingin
tahu (curiosity), maksudnya kemauan untuk memiliki rasa ingin
tahu dan yang mengherankan (aneh), suka mengotak-atik ide, suka terhadap
situasi yang menimbulkan teka-teki. Suka berimajinasi (imajination), maksudnya mempunyai daya untuk memvisualisasikan dan membangun mental images (bayangan-bayangan mental) dan menjangkau di luar batasan-batasan riil atau sensual.
Kemudian Munandar (1999) menambahkan point kelima dari aspek kognitif (aptitude) dengan keterampilan menilai (evaluation),
yaitu kemampuan memberikan penilaian atau evaluasi terhadap suatu obyek
atau situasi. Menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan
apakah suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan
bijaksana. Untuk aspek afektif (nonaptitude), Munandar
menambahkan dengan sifat menghargai, seperti: menghargai
kesempatan-kesempatan yang diberikan; menghargai makna orang lain;
menghargai hak-hak sendiri dan hak-hak orang lain; dl
Tidak ada komentar:
Posting Komentar